Manokwari, Jubi – Kepala Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK Perwakilan Papua Barat memastikan para auditornya yang melakukan tugas perhitungan kerugian negara yang diusulkan oleh aparat penegak hukum atau APH, tidak masuk angin.
Hal tersebut disampaikan Kepala Perwakilan BPK Papua Barat, Patrice Lumumba Sihombing, kepada sejumlah awak media di Manokwari, Jumat (9/9/2022), menanggapi sejumlah permintaan PKN (perhitungan kerugian negara) yang diajukan Kejaksaan Tinggi Papua Barat maupun Kejaksaan Negeri setempat.
“PKN, saya bisa pastikan 100 persen istilah masuk angin itu tidak ada di BPK,” kata Patrice Sihombing.
BPK memiliki pengawas internal sendiri bahkan ada Inspektorat untuk terus mengawasi kinerja para auditor lembaga tersebut.
“Mungkin ada oknum di daerah lain, tapi yang jelas saya bisa pastikan tidak ada di BPK [Papua Barat], apalagi pemeriksaan investigasi, nggak mungkin karena sudah langsung berhubungan dengan kejaksaan dan kepolisian. Boro-boro mau masuk angin, entar kita ditangkap,” ucapnya.
Hal ini menanggapi sejumlah permintaan PKN seperti yang diajukan Kejaksaan Negeri Sorong terkait dugaan korupsi pengadaan ATK di Pemerintah Kota Sorong dan sejumlah penanganan kasus dugaan tipikor lainnya.
“Kalau terkait dengan ATK Sorong, ini sudah diproses, dilakukan perhitungan oleh BPK Pusat, bukan (BPK) Perwakilan [Papua Barat],” ucapnya.
Khusus yang di Sorong, kata Patrice Lumumba, telah melakukan koordinasi dengan Kejari langsung dengan auditor Investigasi. Dikatakan juga bahwa berbeda antara pemeriksaan investigasi dengan pemeriksaan yang lain
“Pemeriksaan investigasi itu membutuhkan banyak data, informasi termasuk BAP [Berkas Acara Pemeriksaan]. Jadi masih sedang berproses,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Juniman Hutagaol, mengaku banyak perkara diungkap jajarannya, semua terhambat karena belum ada perhitungan kerugian negara dan penyelesaian perkara yang mereka tangani.
“Kalau dugaan kerugian kan sudah jelas ada dan karena ada dugaan itulah makanya kita tangani kasus. Tapi real berapa kerugian itu kan yang berhak hitung adalah ahli, makanya kita menunggu hasil PKN dari BPK,” terangnya.
Kata Kajati Papua Barat, pihaknya tidak boleh menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa adanya PKN. Itu sebabnya, jika dinilai lambat, sebenarnya karena belum ada PKN.
Padahal lanjut Kajati, dalam surat dakwaan, jaksa tidak harus memuat jumlah kerugian yang pasti, karena baru tersangka dan asas praduga tidak bersalah selalu di kedepankan. Hanya saja, karena ada putusan MK, yang dijadikan yudisprodensi, makanya kejaksaan selalu menunggu PKN itu. (*)