Jayapura, Jubi – Juru Bicara Petisi Rakyat Papua, Jefri Wenda menyatakan penangkapan dirinya bersama tujuh orang lain pada Selasa (10/5/2022) adalah upaya kriminalisasi terhadap aktivitas politiknya memotori Petisi Rakyat Papua. Wenda menyatakan polisi memaksa dirinya memberitahukan kata sandi atau password email dan akun media sosialnya.
Hal itu dialami Jefri Wenda saat menjalani pemeriksaan polisi selama kurang lebih 12 jam. Menurut Wenda, polisi memaksa dirinya, Omikson Balingga dan Ones Suhuniap untuk memberitahukan kata sandi atau password email dan akun media sosial mereka kepada polisi. Tekanan yang disertai dengan alasan yang tidak logis itu terjadi dalam tiga waktu yang berbeda.
Wenda menuturkan dia dan enam aktivis lainnya ditangkap polisi saat berada di Kantor Kontras Papua, Perumnas 4, Padang Bulan, Kota Jayapura pada Selasa (10/5/2022). Saat itu, mereka baru kembali dari demonstrasi menolak pemekaran Papua dan Otonomi Khusus Papua yang dimobilisasi Petisi Rakyat Papua. “Adapun tujuh orang yang ditangkap adalah saya, Ones Suhuniap, Omikson Balingga, Imam Kogoya, Max Mangga, Abbi, dan Nely Itlay,” kata Wenda saat mengunjungi Kantor Redaksi Jubi, Kamis (12/5/2022).
Wenda mengatakan dia diperiksa polisi selama kurang lebih 12 jam. Dalam rangkaian pemeriksaan panjang itu, ia, Omikson Balingga, dan Ones Suhuniap dipaksa untuk memberitahukan password email dan akun media sosial mereka.
“Kemudian empat orang dibebaskan sekitar pukul 02.00 WP. [Kami bertiga masih diperiksa, karena] dididuga [melanggar] Pasal 45 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE, berkaitan dengan status facebook [kami] beberapa waktu lalu,” kata Wenda.
Wenda mengatakan setelah dirinya menjalani proses penyelidikan selama 1 x 24 jam, polisi tidak memiliki alasan ataupun barang bukti yang kuat untuk menahannya. Ia, Omikson Balingga, dan Ones Suhuniap akhirnya dilepas polisi pada Rabu (11/5/2022) sekitar pukul 17.00 WP.
“Kami melihat negara mencoba mengelabui tuntutan masyarakat untuk mencabut Otonomi Khusus Papua, penolakan atas pemekaran Papua, dan tuntutan referendum dengan melakuan penangkapan. Kami juga dijerat pasal karet [UU ITE],” kata Wenda.
Wenda mengatakan penangkapan dirinya yang tidak disertai surat penangkapan memperkuat dugaan bahwa polisi berupaya mengkriminalisasi dirinya untuk memecahkan konsentrasi massa. “Kami mengutuk tindakan intimidasi, teror, dan represi yang dilakukan oleh negara,” katanya.
Wenda mengatakan penangkapan dirinya mirip dengan kasus penangkapan Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat, Victor Yeimo. Victor Yeimo juga Juru Bicara Internasional Petisi Rakyat Papua itu ditangkap di Kota Jayapura pada 9 Mei 2021, karena dianggap bertanggung jawab atas amuk massa yang terjadi di Kota Jayapura dalam rangkaian demonstrasi anti rasisme Papua pada 29 Agustus 2019.
“Maka, kami mengimbau masyarakat tidak terpengaruh dengan upaya kriminalisasi itu. Fokus kita adalah menolak pemekaran Papua, menuntut pencabutan Otonomi Khusus Papua, dan meminta penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua,” kata Wenda. Jika tuntutan itu tidak dipenuhi, Petisi Rakyat Papua akan mempersiapkan aksi massa lagi dalam waktu dekat.
Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Ones Suhuniap yang ikut ditangkap bersama Jefri Wenda pada Selasa kemarin mengatakan pihaknya akan menyampaikan kronologi lengkap penangkapan dan pemeriksaan dirinya kepada seluruh rakyat Papua. “Kami akan umumkan dalam waktu dekat, sebab kami dikriminalisasi dengan pasal UU ITE,” katanya.
Usai penangkapan Wenda dan kawan-kawan pada Selasa, Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Jayapura, Kombes Gustav Urbinas menyatakan Jefri Wenda dan kawan-kawannya diperiksa karena polisi terkait dugaan pelanggaran UU ITE. Pemeriksaan itu dilakukan karena polisi menemukan sejumlah seruan demonstrasi Petisi Rakyat Papua yang beredar luas di media sosial.
“Enam orang kami periksa sebagai saksi. Kami tetap memberikan ruang bagi pendampingan hukum kepada ketujuh orang tersebut,” ujar Urbinas di Kota Jayapura, Selasa.
Urbinas menyatakan beberapa waktu terakhir beredar banyak seruan Petisi Rakyat Papua yang meresahkan masyarakat dan bersifat provokatif. Ia menyatakan berbagai seruan itu rentan mengganggung situasi keamanan Kota Jayapura.
“JW sudah jelas sebagai penanggung jawab, karena selebaran [seruan demonstrasi] tertanda bersangkutan yang [menyatakan menjadi] penanggung jawab. Selain itu, ada dalam rekaman audio, flayer juga mencantumkan nama yang bersangkutan,” kata Urbinas. (*)
Discussion about this post