Jayapura, Jubi – Puluhan ibu rombongan Persekutuan Wanita GKI Klasis se-Port Numbay yang mengunjung Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Jayapura di Arso, ibu kota Kabupaten Keerom, Papua, pada 18 Juni 2022 lalu tidak bisa menutupi kesedihan mereka saat melihat anak-anak yang menjadi warga binaan di sana. Ketika anak-anak yang tengah menjalani masa hukuman itu memperkenalkan diri, beberapa ibu itu menitikkan air mata.
“Mereka terlalu muda sekali,” kata seorang ibu, Betty Doirebo yang bersimpati dengan nasib para anak yang menjalani hukuman di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Jayapura. Doirebo bersama puluhan ibu mengunjungi lembaga pemasyarakatan itu dalam rangka menyongsong hari doa sedunia yang jatuh tepat pada 26 Juli 2022.
Kunjungan kasih Persekutuan Wanita GKI Klasis se-Port Numbay yang berlangsung selama dua jam itu diisi dengan ibadah bersama untuk penguatan bagi para anak yang tengah menjalani hukuman itu. Persekutuan Wanita GKI Klasis se-Port Numbay juga menyerahkan bantuan berupa alat-alat mandi dan cuci, serta makanan ringan.
Para ibu itu juga menyatakan dukungan bagi para anak yang tengah menjalani hukuman. Doirebo berharap mereka mendapatkan pembinaan yang baik selama berada di lembaga pemasyarakatan, dan dapat segera berkumpul kembali dengan keluarga. “Harapannya dapat dibina dan kembali kepada orang tua (keluarga) mereka,” katanya.
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Jayapura mulai dioperasikan sejak 2020. Tempat binaan ini menampung 17 anak-anak berusia 14 tahun hingga 19 tahun dengan berbagai kasus pidana ringan hingga berat. Di antaranya, kasus narkotika ada lima orang, pencurian motor ada 10 orang, dan kasus pembunuhan ada dua orang.
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Jayapura itu berada di Arso, dapat ditempuh dengan perjalananan sekitar 1 jam dari Kota Jayapura. Lembaga pemasyarakat khusus anak itu nemiliki fasilitas empat gedung yang diperuntukan bagi kantor, ruang petugas, dapur dan ruangan tahanan, serta 1 gedung gereja.
“Ada tiga petugas yang berjaga dan dibantu tiga adik-adik Calon Pegawai Negeri Sipil. [Kami] masih kekurangan petugas,” kata Seksi Pengawasan dan Penegakan Disiplin Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Jayapura, Keerom, Andris kepada Jubi, Sabtu (18/6/2022).
Salah satu anak yang menjadi warga binaan di sana, W mengatakan ditahan di lembaga pembinaan khusus anak sejak 2 tahun lalu. Ia menjalani hukuman lima tahun karena mencuri sepeda motor. “Saya dapat tangkap karena curi motor,” ujar W kepada Jubi.
Laki-laki berusia 19 tahun tersebut mengaku telah melakukan pencurian motor sebanyak 20 kali. Ia menceritakan bahwa motor yang dicuri kemudian dijual kepada para penadah dengan harga berkisar Rp4 juta hingga Rp12 juta, tergantung model motor.
Sejak menjalani hukuman, W menuturkan dirinya mulai belajar untuk meninggalkan perbuatan yang dulu. W ingin kembali bebas dan bekerja sebagaimana orang lain. Ia berharap bisa diterima kembali ke tengah masyarakat, terutama keluarga, dan berharap merekansemua dapat memaafkan dirinya. “Keluarga sering berkunjung ke sini,” ujar W.
Pembinaan pribadi dan kemandirian
Persekutuan Wanita GKI Klasis se-Port Numbay juga mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Jayapura di Arso, Keerom. Dalam kunjungan itu, para ibu jemaat GKI itu juga membuat doa bersama untuk menguatkan para terpidana di lembaga pemasyarakatan itu, dan menyerahkan bantuan bagi warga binaan di sana.
Di sana, Persekutuan Wanita GKI Klasis se-Port Numbay bertemu dengan beberapa orang dari 54 warga binaan lembaga pemasyarakatan itu. Mereka menjalani hukuman penjara karena terjerat kasus narkotika, kejahatan lain, dan tindak pidana khusus seperti korupsi.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Jayapura, Keerom, Sarlota Haay SH MH mengatakan pembinaan di sana adalah pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Haay menjelaskan pembinaan kemandirian lebih fokus pada kunjungan kasih, pelayanan-pelayanan dari gereja-gereja bekerja sama dengan Kementerian Agama Kabupaten Keerom.
Menurut Haay, pembinaan kemandirian lebih berfokus kepada peningkatan keterampilan warga binaan dengan membuat kegiatan menjahit, pelatihan membuat barang kerajinan seperti noken, atau membuat keripik pisan. “Kalau [pembinaan] kemandirian, [kami] bekerjasama dengan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Keerom, sudah berjalan dua tahun,” katanya.
Haay menyampaikan barang kerajinan buatan warga binaan itu ditawarkan kepada para pengunjung yang datang ke Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Jayapura. Produk makanan seperti pisang dipasarkan melalui kerja sama dengan pihak ketiga seperti Bank Mandiri maupun Bank Syariah Mandiri.
Haay mengatakan sebagian hasil penjualan barang buatan warga binaan disetor ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan sebagian lainnya digunakan untuk membantu pelaku usaka kecil dan menengah yang ada di sekitar Kabupaten Keerom.
“Tahun ini kami berbagi dengan mama-mama yang minuman, [kami] membelikan blender untuk mereka. [Bantuan seperti] itu biasanya dilakukan saat hari besar memperingati kemerdekaan dan hari permasyarakatan,” ujarnya.
Haay berharap warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Jayapura nantinya dapat kembali ke masyarakat dan menggunakan berbagai keterampilan yang dipelajari saat menjalani hukuman. Jika masyarakat mau menerima warga binaan yang telah menyelesaikan hukuman mereka dengan tangan terbuka, Haay yakin para warga binaan tidak akan mengulangi kejahatan mereka.
Oleh karena itu, Haay berharap masyarakat tidak memberikan stigma kepada warga binaan yang telah menyelesaikan masa hukumannya. Warga binaan yang telah menyelesaikan hukuman itu justru membutuhkan dukungan dari masyarakat agar mampu bangkit dan menjadi orang yang bertanggung jawab.
“Setelah mereka keluar, harap masyarakat jangan mengintimidasi [atau memberi stigma]. Mari terima mereka dengan [berbagai] skill [atau keterampilan] mereka. Biarkan mereka bekerja menghidupi keluarga mereka, dan bertanggunggung jawab atas dirinya,” katanya. (*)
Discussion about this post