Jakarta, Jubi β Pemerintah akan menampung aspirasi dan partisipasi semua pihak terkait pemekaran Papua dan pembentukan Daerah Otonomi Baru atau DOB Papua. Hal itu dinyatakan Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani melalui keterangan pers yang dilansir Kantor Berita Antara, Sabtu (21/5/2022).
Jaleswari menyatakan proses pembahasan pembekaran Papua dan pembentukan DOB saat ini sedang berjalan. Menurutnya, warga Papua diajak memberi masukan memperkuat muatan DOB Papua menjadi lebih baik.
Akan tetapi, Jaleswari tidak menanggapi banyaknya pemangku kepentingan di Papua yang menyatakan menolak rencana pemekaran Papua. Ia hanya menyatakan bahwa pemerintah akan menampung berbagai aspirasi dan partisipasi semua pihak, dengan menekankan bahwa pemekaran Papua merupakan sistem dan desain baru untuk membangun Papua.
“Pemerintah sangat terbuka dengan berbagai aspirasi dan partisipasi semua pihak. Pembentukan DOB Papua ini merupakan suatu sistem dan desain baru untuk membangun Papua yang sejahtera secara holistik dan keberlanjutan,” kata Jaleswari dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu.
Jaleswari menegaskan, pemekaran Papua dan pembentukan DOB Papua merupakan isu strategis pemerintah untuk menjawab persoalan kemiskinan, percepatan pembangunan kesejahteraan rakyat, dan pembangunan di daerah Papua. “Yakni, dengan memperpendek jangkauan pelayanan publik, mempercepat pembangunan kesehatan dan pendidikan, memotong kemahalan, dan menyelesaikan kesulitan akses pelayanan publik baik internal maupun eksternal Papua,” jelasnya.
Menurut Jaleswari, saat ini Papua terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang besar. Ia menyatakan situasi itu tidak bisa diubah jika pemerintah tidak melakukan strategi khusus, yakni refocusing pengembangan pusat pertumbuhan, termasuk mendekatkan pusat-pusat pelayanan publik.
Jaleswari mencontohkan kesulitan masyarakat wilayah pegunungan saat mengurus administrasi, yang harus melakukan perjalanan panjang dengan jalur transportasi udara. Jalur transportasi udara sulit dan mahal, karena pusat pelayanan publik berada di tingkat ibu kota provinsi.
“Akibatnya terciptanya isolasi. Apalagi dengan wilayah sangat luas dan penduduknya sedikit,” ujanya.
Untuk itu, lanjut Jaleswari, perlu ada refocusing pengembangan pusat pertumbuhan termasuk mendekatkan pusat pelayanan publik dengan pusat permukiman, melalui penambahan pusat pelayanan.
“Dengan penambahan ibu kota Provinsi, maka akan ada penambahan rumah sakit, sekolah, dan unit pelayanan lain dengan level-level provinsi. Sehingga bisa mengurangi biaya, dan anggaran pembangunan tidak habis untuk transportasi yang mahal,” tegas Jaleswari.
Seperti diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR telah mengesahkan tiga draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Papua. Ketiganya adalah draft RUU Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU Pembentukan Provinsi Pegunungan Tengah.
Presiden telah menyampaikan Surat Presiden kepada DPR RI untuk memulai pembahasan Daftar Isian Masalah (DIM). Pemerintah juga menerima aspirasi dari masyarakat yang sementara masih dibahas Baleg DPR RI, terkait usulan DOB Kepulauan Papua Utara dan DOB Papua Barat Daya.
Polemik makin panas
Di pihak lain, Majelis Rakyat Papua (MRP) terus berupaya menyampaikan aspirasi berbagai pihak yang menolak rencana pemekaran Papua, pembentukan DOB Papua, dan Otonomi Khusus Papua. Hingga kini, MRP belum pernah memberikan persetujuan terhadap rencana pemekaran Papua.
MRP juga tengah mengajukan Pengujian Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua Baru) di Mahkamah Konstitusi. UU Otsus Papua Baru itulah yang dijadikan dasar hukum bagi DPR RI dan pemerintah untuk secara sepihak menjalankan proses pemekaran Papua.
Polemik soal pemekaran Papua semakin panas setelah Presiden Joko Widodo bertemu dengan sejumlah politisi Papua di Istana Bogor pada Jumat (20/5/2022). Usai pertemuan itu, Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw menyatakan bahwa pertemuan itu diikuti sejumlah anggota MRP dan Majelis Rakyat Papua Barat, dan dilakukan sebagai klarifikasi atas berbagai demonstrasi yang menyatakan menolak rencana pemekaran Papua maupun Otsus Papua.
Mathius Awoitauw yang juga Ketua Asosiasi Kepala Daerah Wilayah Tabi ini menyampaikan, jika perjuangan DOB Papua merupakan perjuangan panjang. Ia mencontohkan usulan pembentukan Provinsi Papua Selatan sudah diperjuangkan selama 20 tahun.
βJadi ini bukan baru muncul tiba-tiba, tapi itu adalah aspirasi murni, baik dari Papua Selatan, maupun Tabi, Saireri, Meepago dan Lapago. Aspirasi yang kita dorong itu berdasarkan wilayah adat, bukan berdasarkan demo-demo di jalan,β kata Awoitauw dalam tayangan Youtube Sekretariat Negara.
Kehadiran belasan orang perwakilan Tokoh Tanah Papua ke Istana Bogor ini ternyata mendapat reaksi dari MRP. Ketua MRP, Timotius Murib dalam keterangan pers tertulis yang diterima Jubi pada Jumat menyatakan para tokoh yang bertemu Jokowi itu tidak mewakili MRP.
βKami menyesalkan adanya pertemuan dengan Presiden yang digunakan untuk memberi penjelasan sepihak dan memberi kesan MRP mendukung kebijakan pemerintah pusat terkait UU Otsus Jilid II dan DOB,β kata Murib.
Murib menyatakan kehadiran mereka tidak melalui mekanisme resmi lembaga MRP. Mereka juga tidak pernah diberi mandat oleh pimpinan MRP untuk bertemu Presiden. βDugaan kami ada settingan pihak tertentu,β ujarnya. (*)
Discussion about this post