Kekerasan terus terjadi, KNPB meminta pemerintah Indonesia ganti cara selesaikan konflik Papua

Hari HAM Sedunia, KNPB
Lambang KNPB. - Istimewa

Jayapura, Jubi – Komite Nasional Papua Barat atau KNPB meminta pemerintah Indonesia segera mencari solusi alternatif untuk menyelesaikan akar konflik di Tanah Papua. Hal itu penting untuk mengakhiri kekerasan yang berulang-ulang terjadi di Papua.

Juru Bicara KNPB, Ones Suhuniap menyatakan saat ini Papua mengalami krisis kemanusiaan dan darurat Hak Asasi Manusia yang sangat serius. Menurut Suhuniap, hal itu terjadi karena pemerintah Indonesia tidak mampu melindungi dan memberikan rasa aman bagi rakyat sipil di Papua, serta gagal memberikan rasa keadilan kepada korban berbagai kekerasan aparat keamanan di Papua.

“Warga sipil, baik orang asli Papua maupun orang non Papua, terus menjadi korban akibat kelalaian pemerintah Indonesia. Kekerasan di Papua tidak pernah berakhir sampai dengan saat ini, karena pemerintah Indonesia tidak serius menyelesaikan masalah secara bermartabat,” kata Suhuniap kepada Jubi melalui layanan pesan WhatsApp pada Minggu (2/10/2022).

Suhuniap menyatakan warga sipil terus menjadi korban konflik bersenjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan TNI/Polri yang meluas di sejumlah kabupaten seperti Nduga, Puncak, Intan Jaya, dan Yahukimo di Provinsi Papua, serta Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat. Suhuniap menyoroti kasus kekerasan yang dilakukan aparat keamanan di Papua, termasuk kasus penembakan demonstran penolak pemekaran Papua di Yahukimo, pembunuhan dan mutilasi warga Nduga di Kabupaten Mimika, serta penganiayaan yang menewaskan warga sipil di Mappi.

Suhuniap juga menyoroti kasus penyerangan terhadap pekerja Jalan Trans Papua di Kabupaten Teluk Bintuni. “KNPB atas nama kemanusiaan menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas korban sipil yang terus berjatuhan di Papua,” katanya.

Suhuniap menilai kekerasan di Papua terkesan dipelihara oleh Negara yang seakan tidak pernah peduli terhadap masalah kemanusiaan di Papua. Padahal korban terus berjatuhan, baik dari pihak rakyat sipil Orang Asli Papua, orang non-Papua, TNI/Polri, maupun TPNPB.

“Apapun kepentingannya, nilai manusia harus dijunjung tinggi di muka bumi ini. Kami KNPB selalu menyampaikan [desakan agar pemerintah] menghentikan pengiriman militer, menghentikan kekerasan, dan melakukan gencatan senjata antara TPNPB dengan TNI/Polri di Papua. Kami mendorong perundingan politik untuk mencari solusi alternatif. Namun sampai saat ini Negara tidak merespon dan mengabaikan permintaan kami. [Padahal permintaan itu] bukan hanya dari KNPB saja, tetapi semua pihak menyampaikan hal yang sama pula,” ujarnya.

Suhuniap menyatakan kekerasan di Papua terus terjadi, tetapi Negara hanya fokus mengurus pembangunan infrastruktur, ekonomi, dan politik, namun terus mengabaikan nilai kemanusiaan di Papua. Menurut Suhuniap, pengiriman militer ke Papua tidak akan menyelesaikan persoalan, tetapi menambah masalah semakin rumit dan berdampak terhadap korban.

“Sekarang korban pekerja di Kabupaten Bintuni ini juga akibat kesalahan pemerintah Indonesia sendiri memaksakan kehendak pembangunan infrastruktur tanpa menyelesaikan akar konflik di Papua. Tenaga kerja menjadi korban terus. Negara harus bertanggung jawab atas korban sipil terus terjadi dari tahun ke tahun,” katanya.

Ia menyatakan KNPB mendorong dilakukannya perundingan politik untuk mengakhiri konflik di Papua. Perundingan itu harus melibatkan semua pihak, yakni TPNPB, United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP,  dan semua organisasi perjuangan sipil di Papua. KNPB juga meminta pemerintah menarik semua militer di Papua, dan melakukan gencatan senjata antara TPNPB dan TNI/Polri. “Segera bukan ruang demokrasi bagi rakyat Papua, dan berikan kebebasan untuk Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi rakyat Papua,” ujarnya. (*)

Comments Box
Exit mobile version