Manokwari, Jubi – Ribuan spesimen tumbuhan Tanah Papua di Herbarium Manokwariense atau pusat koleksi keanekaragaman hayati nomor dua di Indonesia ini terancam rusak akibat kurangnya perhatian dan perawatan.
Sekertaris Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati Universitas Papua (UNIPA) Manokwari, Elieser Sirami, mengatakan bahwa sekitar 90 persen spesimen tumbuhan di Herbarium Manokwariense koleksi 1950 sampai dengan 1960-an terancam rusak karena minim perawatan.
“Selaku pengelola Herbarium Manokwariense, kami juga kewalahan karena minim biaya operasional untuk perawatan. Sementara mengelola Herbarium butuh perlakuan khusus seperti menjaga temperatur ruangan hingga ketersediaan bahan baku kertas pengawet spesimen kering dan bahan cair untuk spesimen basah,” ujar Elieser, Jumat (3/6/2022).
Ia mengatakan bahwa Herbarium Manokwariense sejak 1950 zaman Belanda mampu mengoleksi sekitar 21 ribu spesimen tumbuhan kelas dikotil, monokotil, dan biji-bijian yang dapat dijadikan bukti-bukti keanekaragaman tumbuhan Tanah Papua dari vegetasi rendah hingga ketinggian.
“Untuk selamatkan 3000 spesimen dengan kode BW [Bozwezen] Nederland Nieuw Guinea atau koleksi tahun 1950-1960an dari zaman Belanda, kami hanya bisa merawatnya dengan sistim pendinginan manual menggunakan freezer, sambil melakukan pencatatan ulang untuk proses digitalisasinya,” kata Elieser Sirami.
Selain kekurangan biaya operasional perawatan, Herbarium Manokwariense juga kekurangan petugas teknisi yang secara berkala melakukan perawatan dan pencatatan koleksi tumbuhan di Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati Universitas Papua itu.
“Saat ini hanya satu orang tenaga pengelola Herbarium Manokwariense, sehingga kami benar-benar kesulitan melakukan perawatan ribuan spesimen tersebut,” katanya lagi.
Filep Mambor, teknisi Herbarium Manokwariense, mengatakan bahwa koleksi tumbuhan Herbarium Manokwariese merupakan bank data keanekaragaman tumbuhan pulau Papua hasil koleksi (author) para ahli Botani zaman Belanda hingga peneliti-peneliti terkini yang melaksanakan pekerjaan koleksi tumbuhan.
Secara teknis, Mambor juga menjelaskan bahwa koleksi di Herbarium Manokwariense memiliki tiga duplikat di antaranya di Herbarium Manokwariense, Herbarium Bogoriense, dan Herbarium (LAE) di Papua New Guinea.
“Ada tiga duplikat dari koleksi tumbuhan di Herbarium Manokwariense yang dapat digunakan sebagai acuan penelitian-penelitian lanjutan oleh mahasiswa maupun kalangan umum di bidang koleksi tumbuhan,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa spesimen kering di Herbarium Manokwariense merupakan koleksi tumbuhan dikotil dan monokotil melalui proses pengeringan, pemberian label, hingga dimounting dan diawetkan serta disimpan sejak 1950-an hingga saat ini.
“Herbarium Manokwariense sejak 1959 sudah terkenal di tingkat Internasional dengan kode (MAN) yang digunakan sebagai spesimen type atau acuan pemberian nama ilmiah tumbuhan oleh para ahli Botani,” katanya.
Bahkan di Indonesia sendiri, lanjut Mambor, Herbarium Manokwariese merupakan Herbarium nomor dua setelah Herbarium Bogoriense. (*)
Discussion about this post