Jayapura, Jubi – Gugatan yang dilayangkan perusahaan sawit PT Anugerah Sakti Internusa dan PT Persada Utama Agromulia ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura ditolak oleh Majelis Hakim.
Keputusan itu disampaikan dalam sidang lanjutan pembacaan keputusan secara elektronik di Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura, pada Senin (23/05/2022).
Kuasa Hukum Bupati Sorong Selatan, Pieter Ell menjelaskan Majelis Hakim menolak permohonan penundaan yang diajukan oleh Penggugat PT. Anugerah Sakti Internusa. Selain itu Majelis Hakim juga menyatakan menerima Eksepsi Tergugat mengenai gugatan penggugat telah melewati tenggang waktu.
“Sementara dalam pokok perkara, secara tegas Majelis Hakim memutuskan bahwa gugatan Penggugat tidak diterima. Majelis Hakim juga memutuskan, menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp 426 ribu,” jelas Pieter kepada Jubi melalui pesan WhatsApp, Selasa (24/05/2022).
Piter menjelaskan putusan serupa juga diberikan kepada PT. Persada Utama Agromulia. Majelis Hakim dalam amar putusannya mengatakan, menolak permohonan penundaan yang diajukan oleh Penggugat. Lalu, Majelis Hakim menerima eksepsi Tergugat mengenai gugatan Penggugat telah melewati tenggang waktu.
“Dalam pokok perkara, Majelis Hakim menyatakan bahwa gugatan Penggugat tidak diterima. Penggugat juga dihukum untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp 426 ribu,” jelasnya.
Pieter mengatakan pihaknya menyambut baik putusan Majelis Hakim ini. Putusan ini dirasa sangat menjunjung tinggi rasa keadilan terlebih demi kelestarian alam Papua.
Perkara tata usaha negara yang disidangkan pada Senini itu memasukkan PT Anugerah Sakti Internusa (nomor perkara 45/G/2021/PTUN.JPR) dan PT Persada Utama Agromulia (nomor perkara 46/G/2021/PTUN.JPR) pada 29 Desember 2021.
Kedua perusahaan itu mengajukan gugatan mereka, karena Bupati Sorong Selatan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Izin Lokasi (ILOK) mereka pada 3 Mei 2021. Sidang gugatan itu dipimpin majelis hakim yang diketuai Firman SH MH bersama hakim anggota Spyendik Bernadus Blegur SH dan Hidayat P. Putra SH MH.
Sebelum izinnya dicabut PT Anugerah Sakti Internusa memiliki konsesi untuk membuka perkebunan seluas 37 ribu hektare di Distrik Konda dan Distrik Teminabuan. Sementara PT Persada Utama Agromulia memegang konsesi untuk membuka perkebunan seluas 25 ribu hektare di Distrik Wayar dan Distrik Kais.
PT Utama Persada Agromulia mendapatkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang tertera dalam Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 522/83/BSS/2014 Tanggal 25 Februari 2014 dan Izin Lokasi (ILOK) Nomor 522/183/BSS/XII/2013 Tanggal 16 Desember 2013. PT Anugerah Sakti Internusa mendapatkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang tertera dalam Keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 522/82/BSS/2014 Tanggal 25 Februari 2014 dan Izin Lokasi (ILOK) Nomor 522/184/BSS/XII/2013 Tanggal 16 Desember 2013.
Akan tetapi, kedua perusahaan tidak melakukan permintaan atau meminta persetujuan dari pemilik hak ulayat, dan tidak melakukan aktivitas perkebunan. PT Anugerah Sakti Internusa dan PT Persada Utama Agromulia juga belum mengantongi Hak Guna Usaha atas konsesi yang diberikan kepada mereka.
Sebelumnya saksi ahli yang dihadirkan pada sidang Selasa (19/4/2022) Dosen Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih,
Victor Manengkey menyatakan pemanfaatan kawasan untuk perkebunan kelapa sawit harus disertai dengan izin lengkap. Termasuk Izin Usaha Perkebunan (IUP), Izin Lokasi (ILOK), Hak Guna Usaha (HGU), dan lain-lain. lain Jika salah satu jenis izin tidak ada, maka izin yang lain tidak dapat dijadikan dasar untuk membuka hutan dan membuat perkebunan sawit.
Ia menyatakan berbagai jenis izin perkebunan sawit berkaitan dengan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup dan masyarakat setempat, sehingga harus dimiliki lengkap sebelum pemilik izin membuat perkebunan sawit mereka.
“Semua izin harus jelas. Kalau satu izin dicabut maka izin lain tidak berlaku lagi,” kata Manengkey.
Victor Manengkey menegaskan pemerintah daerah dapat mencabut izin suatu perusahaan jika telah terjadi masalah dalam perizinan atau perusahan tersebut tidak memenuhi kewajiban dalam perizinan. Akan tetapi dalam pencabutan harus memenuhi prosedur perundang-undangan dan asas-asas pemerintahan yang baik.
“Jadi tidak bisa langsung cabut tapi ada pemberitahuan terlebih dahulu kalau dalam waktu tertentu tidak dapat diselesaikan maka [izin] akan dicabut,” ujarnya
[Maka dari itu, kata Manengkey, apabila suatu perusahan menemukan kendala dalam melakukan aktivitas di lapangan, kendala itu harus disampaikan kepada pemerintah setempat. Sebab, izin di setiap tahapan itu mempunyai jangka waktu tertentu.
“Ada izin yang diberikan satu tahun, dua tahun hingga tahun. Itu sudah konsekuensi perizinan terkait pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang tidak terpadu,” kata Manengkey.(*)
Discussion about this post