Jayapura, Jubi – Lagu “Hidup Ini Suatu Misteri” karya Arnold Clemens Ap yang sungguh menggugah I Ngurah Suryawan, antropolog asal Bali yang bersetia menyelami keseharian Orang Asli Papua dan kehidupan di Tanah Papua. Judul lagu itu mengilhami judul buku terbaru Ngurah, “Hidup Papua Suatu Misteri”.
Buku terbaru Ngurah yang diterbitkan Penerbit Basabasi itu, tidak hanya mengupas misteri kehidupan Orang Asli Papua, tapi juga misteri pemerintah Jakarta terhadap Orang Asli Papua. Dalam permenungan panjang itu, Ngurah larut dalam lantunan “Hidup Ini Suatu Misteri” yang digubah Arnold Ap.
Arnold Clemens Ap adalah budayawan Papua, dan seperti Ngurah, Arnold Ap adalah seorang antropolog yang bekerja di Museum Etnologi Universitas Cendrawasih (Uncen). Tragisnya, Arnold Ap dibunuh.
Laporan “Pulangkan Mereka! – Merangkai Ingatan Penghilangan Paksa di Indonesia” yang diterbitkan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) pada 2012 menyebut Arnold Clemens Ap disiksa dibunuh pasukan elit Kopassandha. Seperti misteri, sulit memahami mengapa seorang budayawan dan pemikir seperti Arnold Ap dibunuh.
Lagu “Hidup Ini Suatu Misteri” gubahan Arnold Ap memberi kesan yang dalam bagi perjalanan pemikiran I Ngurah Suryawan. “Saya menguraikan isi pesan dari lagu itu dalam buku ini. Setelah saya berkeliling dari kampung ke kampung, dan dari literatur buku-buku yang ada,” kata Ngurah dalam diskusi bukunya yang diselenggarakan Koalisi Kampus untuk Demokrasi Papua di Kota Jayapura pada Senin (1/8/2022).
Menurut Ngurah, ia menuliskan buku “Hidup Papua Suatu Misteri” berdasarkan pengalamannya saat hendak turun ke lapangan. “Saya mencoba menangkap emosi orang Papua, dengan tanah, lingkungan, dan kehidupan yang modern,” katanya.
I Ngurah Suryawan mengatakan buku yang terdiri dari enam bab itu pada intinya melihat bagaimana Orang Asli Papua di kampung menghadapi perubahan yang terjadi. “Ada situasi yang berubah di tatanan kehidupan masyarakat adat, baik ancaman tatanan serta bagaimana usaha, kisah, strategis, siasat, prakarsa Orang Asli Papua menghadapi perubahan. Misalnya adat yang luntur bisa kuat, keinginan pertahankan bahasa, harapan pendidikan yang baik, bisa diwariskan,” katanya.
Ngurah mengatakan ia juga menuliskan spirit nilai Mambesak, kelompok musik Arnold Ap. Ngurah menjadi saksi bahwa kecintaan orang Papua terhadap budaya itu masih ada. Nilai filosofis yang terucap dari pernyataan orang Papua itu gambaran bagaimana mereka mengamalkan nilai dalam masyarakat.
“Buku itu melihat misteri hidup di Papua, [bagaimana Orang Asli Papua] merespon perubahan di tengah kondisi kekerasan [yang] berlangsung. Pembangunan, pemerintah, organisasi non pemerintah, [kesemuanya] hadir, dan bagaimana Orang Asli Papua menghadapi modernisasi. Saya menulis fakta-fakta di lapangan, dan saya menuliskan dalam bentuk buku itu,” katanya.
Dari permenungan itulah judul lagu Arnold Ap, “Hidup Ini Suatu Misteri” bersalin menjadi judul buku Ngurah, “Hidup Papua Suatu Misteri”. “Judul lagu itu merupakan nilai-nilai filosofis dari kampung, yang sebenarnya memiliki makna yang dalam, tetapi sering diabaikan oleh pihak-pihak berkepentingan,” katanya.
Menurutnya, Orang Asli Papua memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengekspresikan pemikiran mereka, termasuk melalui lagu, puisi, pantun. “Hal ini yang harus dipahami baik oleh pemerintah, agar tidak keliru menafsirkan Orang Asli Papua,” katanya.
Ia menyebut banyak pengabaian Negara terhadap aspirasi orang Papua berakar kepada kegagalan aparatur Negara memahami nilai filosofis yang diutarakan Orang Asli Papua.
“Banyak analogi filosofis membuat kita bingung. Masyarakat mereka tidak bodoh. Cara mereka menyampaikan pesan nilai filosofis dipraktikkan dalam kehidupan Orang Asli Papua. Saya menulis berdasarkan filosofis kehidupan orang Papua,” katanya.
I Ngurah Suryawan mengatakan generasi muda Papua harus menguatkan pemahaman mereka tentang filosofi hidup Orang Asli Papua, baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun hal lainnya. Apalagi hal itu justru kerap luput dari perhatian pemerintah ketika merumuskan kebijakan.
“Karena, kita di kampus berbicara tinggi, tapi realisasi tidak ada. Kita perlu mengingatkan generasi muda tentang hal-hal itu,” katanya.
I Ngurah Suryawan mencontohkan bagaimana misteri kehidupan di Tanah Papua dijawab pemerintah dengan pemekaran wilayah dan pembentukan Daerah Otonom Baru. Jawaban itu disebut Ngurah sebagai salah satu contoh ketidakjelasan kebijakan pemerintah di Papua.
“Kebijakan seperti itu merupakan satu misteri yang luar biasa. Sebab Negara dengan sarat kepentingan menggunakan segelintir orang untuk meloloskan Daerah Otonom Baru. Sementara banyak orang Papua yang menolak kebijakan pemerintah. Itu yang harus dipecahkan bersama,” katanya.
Ia mengatakan setiap generasi muda Papua harus mengambil peran untuk menuliskan berbagai nilai yang dilupakan. “Saya waktu masih di Universitas Papua bikin liga kampus. Saya mengajak mahasiswa menuliskan cerita mereka di kampung. Metode itu cocok kita lakukan. Kembali ke kampung menjadi kekuatan,” katanya.
“Sebenarnya buku ini melihat fragmen kisah bagian dari Papua yang tidak selalu dibayangkan akan maju hanya dengan memberikan uang dan program bantuan. Orientasi ke-Papua-an yang [seharusnya] kita dalami [saat] melihat Papua,” katanya.
Buku “Hidup Papua Suatu Misteri” juga menelisik serangkaian hubungan Orang Asli Papua dan tanah leluhur, agama, keyakninan, maupun hubungan Orang Asli Papua dan pembangunan serta perubahan. “Saya mengingatkan agar bagaimana relasi antara alam, leluhur, serta orang Papua dan Tuhan itu tetap terjaga,” katanya.
Dari refleksi panjangnya, ia menyimpulkan bahwa kerap kali beragam kemajuan “modernitas” di Papua merupakan “kemajuan” yang dipaksakan. “Seperti pada tahun 1977, [pemerintah membuat] Operasi Koteka. [Operasi itu menunjukkan] bagaimana Indonesia memaksakan kemajuan dengan [memaksa orang Papua memakai] celana. Sementara orang Papua memakai koteka, kulit kayu. Pemerintah seharusnya membangun tanpa memandang rendah [orang Papua],” katanya.
Ia berharap generasi muda Papua mau mengerjakan hal yang serius, menulis, mengembalikan literasi, dan mengadvokasi persoalan Orang Asli Papua. “Saya optimis bahwa generasi muda ini akan mengambil alih tindakan penyelamatan kehidupan mereka,” kata Ngurah. (*)
Discussion about this post