Jayapura, Jubi – Dosen Jurusan Antropologi, Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Papua, Dr I Ngurah Suryawan menyatakan sejumlah perguruan tinggi besar di Indonesia mendapat keuntungan dari proses pemekaran di Papua. Hal itu dinyatakan Suryawan dalam dalam diskusi publik “Menyoal Daerah Otonomi Baru: Benarkah untuk Menyelesaikan Masalah di Papua?” yang diselenggarakan Kontras secara daring pada Senin (13/6/2022).
Suryawan menyatakan proses pemekaran wilayah, termasuk pemekaran di Papua, membutuhkan naskah akademik yang disusun perguruan tinggi. Naskah akademik itu kemudian dipakai pemerintah untuk mendorong pemekaran di Papua.
“Selain pemerintah, sejumlah universitas besar di Indonesia, termasuk juga sejumlah universitas di Papua mengais keuntungan [dari] proyek pemekaran itu. Kami tahu bahwa naskah akademik disusun oleh universitas untuk memberikan legitimasi akademik bahwa pemekaran kabupaten maupun provinsi memenuhi syarat secara akademik,” ujarnya.
Suryawan menyampaikan masyarakat Papua sebenarnya tidak menginginkan pemekaran. Sebab pemekaran akan menghancurkan kebudayaan, otonomi, dan daya hidup orang Papua, karena mendorong terjadinya eksploitasi sumber daya alam, migrasi, dan penambahan aparat keamanan di Papua. “Ada ketakutan orang Papua akan pemekaran,” katanya.
Menurut Suryawan, pemerintah pusat kemudian menggunakan elit politik lokal untuk memperjuangkan pemekaran di Papua. Seharusnya pemerintah pusat memahami masalah Papua secara jernih, dan bukan mendorong pemekaran di Papua.
Suryawan berpendapat pemerintah pusat harus mengevaluasi secara total sejumlah Daerah Otonom Baru (DOB) yang dihasilkan pemekaran terdahulu. Evaluasi itu harus melihat sejauh mana pemekaran wilayah sudah membawa dampak bagi Orang Asli Papua.
“Kita harus melihat kondisi-kondisi nasib dari orang asli Papua yang terjadi di daerah pemekaran tersebut,” ujarnya. (*)
Discussion about this post