Jayapura, Jubi – Terdakwa kasus dugaan makar Juru Bicara Internasional Komite Nasional Papua Barat atau KNPB, Victor Yeimo, kembali menjalani persidangan pada Selasa (24/1/2023) di Pengadilan Negeri Jayapura, dengan agenda pembacaan putusan sela majelis hakim atas eksepsi penasihat hukum terdakwa terhadap yang dituduhkan.
Dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua, Mathius SH MH bersama Andi Asmuruf SH MH, dan Linn Carol Hamadi SH sebagai hakim anggota, eksepsi yang diajukan penasihat hukum terdakwa ditolak majelis hakim.
Usai persidangan, Victor Yeimo mengatakan jika kasus pidana yang dialaminya saat ini adalah masalah rasis terhadap orang Papua pada 19 Agustus 2019.
“Kami semua tahu bahwa saat itu memang kepentingan keamanan negara melibatkan kepentingan politik, sehingga semua orang yang tidak terlibat dikriminalisasi dengan kasus makar. Padahal, untuk kasus makar saya pernah jalani 10 tahun lalu, sehingga yang saya jalani ini soal rasisme,” kata Yeimo kepada wartawan.
Ia menyebut, dakwaan yang dituduhkan kepadanya tidak cermat secara hukum. Namun jika majelis hakim berkesimpulan atau mempunyai pandangan lain maka harus dibuktikan dalam persidangan, dan hal itu siap dihadapinya.
Tetapi yang paling terpenting, menurutnya, dalam persidangan yang dialaminya saat ini tidak boleh ada peradilan pidana yang rasis, karena ia berpandangan sudah cukup orang Papua mendapatkan peradilan pidana yang penuh diskriminasi rasisme.
“Secara individual kami sudah tolak, jangan lagi ada rasis institusional, struktural di dalam hukum atau sistem peradilan. Karena rasisme penyakitnya semua orang bukan saja orang non Papua, tetapi perlawanan bersama baik itu non-Papua, TNI, Polri, Jaksa, Hakim siapapun harus melawan rasisme karena kita tidak ingin ada rasisme di Papua,” katanya.
Ia pun menilai jika pengadilan yang dijalaninya saat ini akan menjadi ujian, apakah benar hukum di Indonesia bersama-sama dengan orang Papua ingin memberantas diskriminasi rasial atau tidak.
“Ini akan menjadi bukti apakah menjadi seorang pejuang anti rasis itu berbahaya bagi Indonesia? Apakah menjadi antirasis itu melanggar undang-undang di Indonesia? bahkan seharusnya jaksa, TNI, Polri dan hakim ikut berpartisipasi untuk berjuang memerangi rasisme di Papua, Indonesia, bahkan di seluruh dunia,” katanya. (*)