Jayapura, Jubi – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jayapura yang memimpin persidangan dengan terdakwa Victor Yeimo atas kasus dugaan makar, Selasa (24/1/2023), menolak eksepsi penasihat hukum atau PH terdakwa.
Atas penolakan eksepsi itu, penasihat hukum dari koalisi yang mendampingi Victor Yeimo, Welterman Solending mengaku pada persidangan selanjutnya yang diagendakan 31 Januari 2023 masuk pada pembuktian dengan pemeriksaan saksi-saksi.
“Sikap majelis hakim menolak esepsi kami, prinsipnya kami akan lanjut mendampingi klien kami untuk proses pemeriksaan dalam pembuktiannya nanti dan kami akan tetap pada materi eksepsi itu,” katanya kepada wartawan usai sidang.
Menurutnya, dalam penolakan eksepsi itu ada beberapa pertimbangan majelis mengenai menyentuh pokok perkara sehingga selaku tim penasehat hukum akan fokus ke hal itu.
“Dalam proses pemeriksaan sambil nanti kami juga akan melakukan pembuktian-pembuktian terbalik terkait dengan semua tuduhan dalam dakwaan yang dituduhkan kepada Victor Yeimo dalam perkara rasis ini,” katanya.
Selain itu disampaikan juga mengenai poin-poin soal pemisahan berkas perkara, pelanggaraan hukum acara tentang kedudukan satgas Nemangkawi soal saat penangkapan terjadi dimana berkaitan juga soal peristiwa yang sama.
“Jadi dalam persidangan pembuktian nanti, kami juga masuk pada materi eksepsi untuk pemeriksaan seluruh saksi-saksi yang dihadirkan JPU,” katanya.
Untuk itu, koalisi penasihat hukum yang mendampingi terdakwa Victor Yeimo berharap tidak ada suatu intervensi terhadap hakim yang memimpin persidangan ke depannya.
“Karena pada persidangan berikutnya masuk pada proses pembuktian, pesan kepada hakim yang memeriksa perkara ini kami harap hakim posisi netral tidak boleh ada intervensi pihak lain kepada hakim, sehingga proses ini bisa berjalan dengan baik. Sehingga kita semua bisa tahu apakah kasus ini dalam dakwaan benar terbukti atau tidak,” kata penasehat hukum lainya, Apilus Manufandu.
Penasihat hukum juga menyoroti mengenai pengamanan yang diterjunkan untuk mengawal persidangan tersebut dianggap terlalu berlebihan dan sangat ketat.
“Dari awal kami sidang bukan hanya dari posisi klien kami yang dihadirkan sebagai terdakwa, tetapi pada 2019 juga kami juga mendampingi koalisi, dan itu tidak ada kekacauan dari simpatisan atau pendukung yang mau hadir di persidangan,” kata Welterman Solending.
Pasalnya, persidangan digelar secara terbuka untuk umum, sehingga jangan pernah dibatasi.
“Kami juga tahu untuk menjaga keamanan di sini, kami dengan pendukung, simpatisan hadir untuk menyaksikan proses ini biar transparan, professional dan juga bisa memberikan rasa keadilan selama proses persidangan ini,” katanya. (*)