Jayapura, Jubi – Antropolog pemerhati Papua, I Ngurah Suryawan mengatakan generasi muda Papua yang punya kampung halaman di daerah perusahaan sawit, pertambangan emas di Tanah Papua harus belajar mandiri. Agar ketika selesai studi dan balik ke kampung halaman tidak tergantung ke perusahaan industri ekstraktif.
Hal itu disampaikan I Ngurah Suryawan dalam sebuah diskusi daring yang digelar oleh Aliansi Masyarakat Adat Peduli Hutan dan Hak Masyarakat Adat (AMPERAMADA Papua) bertajuk Matinya keadilan bagi Masyarakat Awyu, pada Sabtu malam (11/11/2023).
Ngurah Suryawan mengatakan, konsep kemandirian yang dimaksudkannya adalah dengan cara mengolah tanah adat, mengola SDA agar hutan bernilai ekonomis. Itu juah lebih baik ketimbang melepas berhektar-hektar tanah adat kepada perusahaan , namun justru membuat hidup tergantung.
“Kita harus kembali ke kebisaan berkebun agar supaya tidak tergantung kepada perusahaan. Sebab apabila generasi muda menjadi buruh kelapa sawit, justru generasi muda itu sendiri menjadi penghancur tanah adat sebagai sumber sumber pangan orang asli Papua,” katanya.
Ngurah Suryawan mengungkapkan faktor lain yang membuat hak hak masyarakat adat dikuasai perusahaan. Karena banyak generasi muda Papua yang migrasi ke kota kota tanpa tujuan yang jelas.
Menurutnya, generasi muda dengan pengetahuan yang mumpuni, dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat adat, sehingga perusahaan tidak mengambil tanah adat dengan jumlah yang luas.
“Kalau generasi muda Papua selesai kuliah, tinggal di kota atau mondar mandir tanpa tujuan, itu juga bisa menyebabkan investasi masuk dengan jumlah yang besar, mereka berkompromi dengan masyarakat awam, berimplikasi pada ketergantungan masyarakat pada perusahaan karena faktor ketidaktahuan,”katanya.
Ngurah Suryawan mengatakan, satu hal yang dipikirkan oleh masyarakat adat adalah bagaimana perjuangan merebut hutan adatnya yang dikuasai perusahaan.
“Pemuda pemudi harus mendampingi masyarakat agar masyarakat adat benar benar mandiri dan berdaulat, agar tidak bergantung pada perusahaan. Kita juga harus membaca peluang agar kita bisa bertahan hidup dan tidak kalah dengan kenyataan yang ada,” katanya. (*)