Jayapura, Jubi – Solidaritas Perempuan Anti Kekerasan Papua, Anaa Mote mengatakan pihaknya mengutuk keras tindakan biadab atas penyerangan dan pembunuhan terhadap AK dan IS, dua ibu rumah tangga yang tengah mengungsi ke Dekai, Ibu Kota Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan.
Hal itu disampaikannya pada saat acara mimbar bebas yang digelar Komunitas Pelajar Mahasiswa Yahukimo Bersama Solidaritas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Papua, di halaman asrama milik pemerintah daerah Kabupaten Yahukimo, Selasa (24/10/2023).
Kasus penyerangan terhadap AK dan IS terjadi pada 11 Oktober 2023, namun terjadi dalam dua peristiwa berbeda. AK diserang saat akan berkebun pada 11 Oktober 2023 pagi hari. AK ditemukan meninggal dunia pada hari yang sama, dengan sejumlah luka tikam di beberapa bagian tubuhnya, termasuk di alat vitalnya kemudian lehernya dan kedua tangannya diikat dengan kedua tali.
IS juga diserang saat hendak pergi ke kebun. Ia diserang di Kilo meter 5, Dekai, saat berjalan bersama anaknya yang berumur 6 tahun. Anak IS mengetahui pelaku yang menyerang ibunya, dan melarikan diri untuk mencari pertolongan.
Polisi dan keluarga menemukan IS dalam kondisi terluka parah karena sejumlah tikaman. IS tengah dirawat dan menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dekai.
Mote mengatakan, pelanggaran terhadap perempuan Papua selain terjadi di Yahukimo terhadap IS dan AK, perlakukan dengan motif yang sama terjadi terhadap Ibu Tarina Murib yang kepalanya dimutilasi pada tanggal 3 Maret 2023 di Distrik Yugum Owak, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah, Kasus Biak Berdarah Tahun 1998, pembunuhan terhadap seorang ibu di Kabupaten Intan Jaya dan praktik kekerasan terhadap perempuan Papua.
“Selain pelanggaran pelanggaran HAM itu terdapat juga ratusan perempuan dan anak-anak di Kabupaten Maybrat, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Puncak Papua, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, yang mengungsi korban konflik antara TNI/POLRI dan TPNPB,” katanya.
Mote mengatakan, perempuan Papua harus bersatu untuk menentang kekerasan pembantaian tehadap perempuan Papua sebagai pewaris bangsa Papua yang sedang subur terjadi di Tanah Papua ini.
Sementara itu, salah seorang aktivis perempuan Papua, Anike Mohi mengatakan, perempuan Papua harus bersatu dari berbagai ras suku dan bangkit melawan penindasan, kekerasan terhadap perempuan Papua di Tanah Papua.
“Cara kita melihat korban kekerasan bukan hanya perempuan dari Yahukimo saja. Tetapi sebagai orang Papua kita harus bisa mendorong berbagai bentuk pelanggaran HAM bersama,” katanya.
Mohi mengatakan, mama-mama Papua pada umumnya melahirkan anak itu bukan untuk dibunuh atau diperlakukan semena mena bibunuh atau dibantai selayaknya binatang.
“Perempuan perempuan Papua yang ada di seluruh Tanah Papua harus bersatu menyuarakan kekerasan terhadap perempuan Papua, kita harus melawan dengan aksi-aksi protes, atas kekerasan, penindasan dalam bentuk apa pun,” katanya. (*)