Wamena, Jubi – Proses penyelesaian atas peristiwa rusuh yang mengakibatkan 11 orang meninggal di Sinakma, Wamena, Jayawijaya, Papua Pegunungan pada 23 Februari 2023 disepakati ditempuh melalui hukum adat atau budaya. Namun begitu, proses hukum bagi pelaku tetap harus dilakukan.
Dimediasi oleh empat Bupati yaitu Jayawijaya, Lanny Jaya, Nduga dan Yahukimo dihadiri juga Pj Gubernur Papua Pegunungan bertempat di Lapangan Pendidikan Wamena, Selasa (28/2/2023), penyelesaian persoalan mau pun tuntutan telah disampaikan setiap perwakilan keluarga korban kepada pemerintah.
Diawali penyampaian keluarga korban dari Lanny Jaya, menyebut jika secara hukum adat, bagi korban meninggal diminta denda sebesar Rp.5 miliar per jiwa dan korban luka sebesar Rp.1 miliar per jiwa.
Untuk korban dari Yahukimo pun sama seperti apa yang disampaikan dari pihak keluarga korban Lanny Jaya. Korban dari Jayawijaya meminta 30 ekor babi sedangkan dari perwakilan Nduga menyebut jika hukum adat harus kembali dibicarakan di Honai.
Meski begitu, dari keseluruhan tuntutan yang disampaikan itu, keluarga korban tetap menuntut para pelaku penembakan baik terhadap korban meninggal maupun luka tembak, harus segera diproses hukum.
Bahkan secara keseluruhan pihak keluarga korban menyampaikan aspirasi dalam belasan poin. Secara garis besar menuntut pelaku penembakan baik itu dugaan dari pihak kepolisian maupun TNI, diproses hukum.
Pihak keluarga korban juga menyoroti tugas dan sistem pengamanan oleh kepolisian yang dianggap di luar ketentuan undang-undang yang ada, hentikan rencana penebalan keamanan di wilayah hukum Kabupaten Jayawijaya dan Provinsi Papua Pegunungan pada umumnya.
Ada juga desakan agar proses hukum dilakukan secara terbuka dan diawasi langsung oleh tim kemanusiaan, serta meminta pemerintah Provinsi Papua Pegunungan segera memproses peraturan daerah tentang pencegahan, pengawasan dan penanganan konflik secara kesinambungan dan untuk jangka panjang serta memproteksi hak-hak dasar seperti usaha bagi Orang Asli Papua baik itu ojek, becak, kios, pinang dan lainya.
Arim Tabuni mewakili keluarga korban dari Nduga menyebut, jika pihaknya tidak menuntut mengenai bayar kepala karena itu harus kembali dibicarakan secara budaya, namun meminta proses hukum pelaku penembakan harus dilakukan secara transparan.
Ia menerangkan, korban meninggal berasal dari Nduga saat kejadian merupakan pengungsi yang ada di Wamena. Dimana tidak mengetahui apa-apa, hanya ingin berkebun tetapi ditembak.
“Makanya kami secara adat dan budaya, kembalikan alat kebun seperti sekop dan parang kepada Bupati Jayawijaya dan Kapolres. Kami niat mau berkebun malah ditembak, sehingga bapak-bapak (saja) yang gantikan kita berkebun,” kata Tabuni dihadapan Gubernur Papua Pegunungan dan para Bupati yang hadir.
Secara keseluruhan disepakati jika baik Jayawijaya, Nduga dan Yahukimo sendiri akan mengikuti Lanny Jaya mengenai tuntutan secara adat atau budaya yang disampaikan, dan empat Bupati beserta Gubernur akan bertanggungjawab menyikapi aspirasi tersebut.
Ketua Asosiasi Bupati se Provinsi Papua Pegunungan yang juga Bupati Yahukimo, Didimus Yahuli mengatakan, menyangkut soal kesepakatan tuntutan dan lain-lain nantinya Bupati Lanny Jaya, Nduga, Jayawijaya dan Yahukimo serta Gubernur yang akan bertanggungjawab untuk mendengarkan aspirasi itu secara terukur dan rasional.
Dengan difasilitasi oleh Bupati Lanny Jaya dan masyarakat Lanny Jaya untuk menyelesaikan hukum secara budaya atau adat. Sehingga, bagian itu pun telah disimpulkan dan clear atau selesai hanya menunggu waktu saja empat Bupati serta Gubernur akan menyelesaikannya.
“Rasionalisasi ini lebih cepat lebih baik supaya tidak berlarut-larut, kami sepakati pembicaraan di tingkat asosiasi, sehingga nanti akan melaporkan lagi ke Gubernur, karena ini kerusuhan spontan dan tanggungjawab bersama sehingga Provinsi punya beban seperti apa, kemudian kabupaten seperti apa akan berembuk, kemudian secara budaya akan bicara komunikasi dengan masyarakat Lanny Jaya pada umumnya,” kata Didimus Yahuli. (*)