Jayapura, Jubi – Dewan Diplomatik dan Urusan Luar negeri Papua Barat meminta Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Selandia Baru, Chris Hipkins untuk duduk bersama Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Oganisasi Papua Merdeka di meja perundingan perdamaian internasional untuk membahas pembebasan pilot Selandia Baru, Philip Mark Mehrtens.
Ketua Dewan Diplomatik dan Urusan Luar Negeri Papua Barat, Akouboo Amatus Douw menyatakan dua permintaan utama yakni kepada pemerintah Indonesia dan Selandia Baru.
“Kami meminta kembali kepada Presiden Indonesia, Bapak Joko Widodo untuk menarik personel militernya dan membuka hati dan pikiran untuk mendengarkan permintaan rakyat Papua Barat (Tanah Papua) guna negosiasi perdamaian yang dimediasi secara internasional tentang nasib masa depan Papua Barat dan pembebasan warga negara asing Philip Mehrtens,” kata Amatus dalam siaran persnya yang diterima Jubi, Sabtu (1/7/2023).
Permintaan kedua kepada pemerintah Selandia Baru, berbunyi, “Kami kembali meminta Perdana Menteri Selandia Baru, Yang Terhormat Chris Hipkins untuk membuka hatinya dengan itikad baik mendengarkan permintaan kami untuk negosiasi perdamaian yang dimediasi secara internasional,” katanya.
Hingga hari ini, Sabtu (1/7/2023), terhitung sudah 5 bulan sejak Kapten Philip Mark Mehrtens disandera Tentara Nasional Papua Barat (TPNPB) dibawah pimpinan Egianus Kogoya per 7 Februari 2023.
Sebelumnya, pada 26 Mei 2023, TPNPB telah merilis sebuah video berdurasi 1 menit 11 detik, yang merekam Egianus Kogoya bersama anggotanya dan Kapten Philip Mehrtens.
Dalam video tersebut, Kapten Philip mengatakan, “Mereka (TPNPB) kasih dua bulan lagi untuk Indonesia dan semua negara yang lain untuk bicara dengan Indonesia dan Papua merdeka. Kalau sudah dua bulan dan mereka (Indonesia) tidak bicara dengan Papua, mereka (TPNPB) akan tembak saya.”
Pernyataan itu dikuatkan Egianus Kogoya dalam video yang sama.
“…negara Indonesia harus mengaku saja, karena pilot sudah bicara…kami kasih waktu dua bulan untuk pilot hidup. Kalau dua bulan dari negara tidak todong ke Indonesia, terus Indonesia tidak mengaku dan dua bulan itu lewat, berarti kami akan tembak pilot,” kata Egianus Kogoya dalam video tersebut.
Kendati begitu, Egianus Kogoya, dalam video tersebut tak menyebutkan tanggal persisnya pada batas waktu dua bulan yang dimaksud.
Pengakuan kemerdekaan bagi bangsa Papua Barat (tanah Papua) oleh Indonesia, yang menjadi tuntutan penyandera sebagai syarat pembebasan sang-pilot, tak mendapat jawaban.
Kapolda Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri, kepada awak media di Jayapura pada Kamis (29/6/2023), menegaskan, “Tidak mungkin kami mengabulkan kedua permintaan itu (merdeka dan senjata). Namun untuk uang yang juga diminta akan disiapkan dan diserahkan kepada Egianus Kogoya asal sandera yang berkebangsaan Selandia Baru itu dibebaskan dan diserahkan ke aparat keamanan,” kata Fakhiri, seperti dilansir dari Antara.
Pernyataan Kapolda Papua yang menyatakan, “Namun untuk uang yang juga diminta akan disiapkan dan diserahkan kepada Egianus Kogoya…,” dibantah oleh Juru Bicara TPNPB Seby Sambom.
“Itu polisi tidak waras. TPNPB tidak pernah minta (uang) tebusan,” kata Seby melalui selulernya kepada Jubi, Sabtu sore.
“(Justru isi) tuntutan itu akan dibicarakan di meja perundingan, jika Jakarta dan Welington bersedia duduk di meja perundingan dengan kami,” lagi kata Seby. (*)