Sugapa, Jubi – Uskup Jayapura, Mgr. Yanuarius Theofilus Maatopai You telah berada di Intan Jaya pada Kamis, 22/6/2023, untuk pentahbisan dua imam baru dari Ordo Fransiskan, yakni Pastor Alpius Alpen Mujijau, OFM dan Pastor Domisius Wandi Batoteng Raya, OFM.
Ia mengaku lebih dulu datang ke tanah Migani – Moni hanya untuk melihat dari dekat atas konflik berkepanjangan yang berlangsung sejak pertengahan 2019 hingga kini.
Hal itu diungkapkan Uskup asli Papua pertama itu, usai memimpin misa pentahbisan di Paroki St. Fransiskus Xaverius Titigi Intan Jaya, Dekenat Moni Puncak, Keuskupan Timika pada Minggu, (25/6/2023).
“Setelah saya menerima permintaan dari pimpinan Provinsial Fransiskan Duta Damai Papua dan Administrator Keuskupan Timika agar dua diakon atau calon imam untuk ditahbiskan di Paroki St. Fransiskus Xaverius Titigi Intan Jaya, saya bilang saya siap. Karena benar-benar saya tahu bahwa Titigi ini adalah tempat konflik, karena itu yang saya bilang saya siap. Dengan maksud supaya, saya mau melihat dari dekat keadaan Intan Jaya seperti apa yang terjadi di sini. Ternyata setelah melihat dari dekat dengan melibatkan semua pihak bahwa, bisa ada kesepakatan antara kedua belah pihak atau ketiga pihak,” katanya.
Ia mengatakan, adanya kesepakatan antara empat pihak yakni Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Intan Jaya, tim pastoral dekenat Moni Puncak, TNI Polri dan pihak TPN-PB OPM, maka perayaan tahbisan bisa diselenggarakan.
“Itu berarti ada titik terang, menurut saya. Itu bisa mencari solusi, bagaimana kita bisa ciptakan hidup yang damai di tempat ini. Karena itu, tugas yang pertama adalah penjabat Bupati (Intan Jaya) dan DPRD (bagian pemerintah), bekerjasama dengan pihak TNI maupun Polri, harap melakukan perundingan-perundingan itu bisa terjadi untuk supaya masyarakat tetap tinggal di sini. Jangan sampai masyarakat tinggalkan daerah dan tinggalkan gereja lagi seperti waktu lalu,” ujar dia.
Intan Jaya, menurut dia, telah menjadi kabupaten pisah dari Paniai. Kini saatnya fokus membangun infrastruktur dan membangun sumberdaya manusia (SDM) bukan lagi konflik yang berkepanjangan sehingga pemerintah hilang arah mau fokus yang mana.
“Sekarang sudah kabupaten. Mau maju, mau berkembang, jangan sampai kembali lagi ke nol. Saya harap jangan lagi terjadi demikian. Jadi bapa-bapa, mama-mama lebih baik tinggal di sini. Ini adalah tempat asal dari leluhur dan orang tua kita. Tinggal itu lebih baik daripada kita pergi mengungsi ke mana-mana. Kalau memang dibunuh, biarlah dibunuh di tanah leluhur kita,” ujarnya tegas.
Ia mengusulkan supaya pihak Pemda setempat dan semua pihak terkait mesti bekerja keras untuk melakukan pendekatan-pendekatan, sampai pada Presiden Republik Indonesia untuk mencari cara damai agar masyarakat tetap tinggal di tanah ini supaya ada kedamaian.
Menurut dia, kesempatan ini menjadi momentum yang disiapkan oleh Tuhan agar masyarakat dan pemerintah kembali ke kampung supaya ada rasa pemulihan bagi daerah dan masyarakat . “Jangan kita mundur, jangan kita mundur, jangan kita mundur,” ucapnya.
“Di perayaan pentahbisan ini menjadi kesempatan untuk kita tetap tinggal di sini, berkebun, piara babi dan usaha sesuatu di tempat ini. Dan terus melakukan pendekatan-pendekatan dengan pihak terkait. Kita jangan kembali ke nol. Pak Pj Bupati, kita perlu belajar dari tempat-tempat lain, seperti Keerom, mereka lebih duluan misionaris masuk di sana, tapi sekian tahun lamanya menjadi daerah operasi militer (DOM), mereka pergi ke mana-mana dan sekarang mereka kembali mulai dari nol, kita jangan seperti itu. Jadi kita tinggal di sini, kita mulai denga napa yang ada, pemerintah tetap ada, pastor, pendeta, kepala suku tetap mendampingi umat (masyarakat),” katanya.
Kesempatan itu, Uskup Jayapura juga mengapresiasi khusus kepada Pastor Yance Yogi bersama tim pastoral yang selama ini tidak henti-hentinya pasang badan selamatkan umat manusia entah orang asli maupun non Papua.
“Saya beri aspresiasi khusus buat Pastor Yance Yogi, Aga Sonowi (anda benar-benar tuan) lanjut misi perdamaian itu,” ucapnya.
Pj Bupati Intan Jaya, Apolos Bagau menyampaikan ucapan terimakasih kepada aparat keamanan sehingga bisa menciptakan kondisi kamtibmas yang kondusif. Sehingga memberikan rasa aman bagi masyarakat, terutama dalam kegiatan pesta iman.
“Dengan kondisi ini, saya harap dan yakin akan kondusif dan semakin baik di masa yang akan datang,” ucap Bagau.
Ia mengajak seluruh masyarakat Intan Jaya, tetap bersyukur atas Rahmat tahbisan dua imam baru yang akan menggembalakan umatnya di Intan Jaya, Keuskupan Timika dan seluruh tanah Papua.
“Ini adalah tahbisan pertama kali oleh Uskup pertama orang asli Papua di daerah Intan Jaya juga merupakan hadiah untuk masyarakat dan pemerintah terutama dalam kepemimpinan saya serta situasi ini segera kondusif,” ucapnya.
Administrator Keuskupan Timika, Pater Marthen Ekowaibii Kuayo, Pr mengaku, baku kontak senjata belum bisa berhenti sekarang, sehingga ia meminta kepada Pemda setempat agar membangun sebuah asrama yang besar di Bilogai sebagai pusat ibukota kabupaten Intan Jaya dan menyekolahkan mereka.
Hal itu berkaca ketika dirinya bertugas sebagai Pastor Paroki di Bbilogai, Bilai dan Ilaga tahun 1997 pihaknya membangun asrama putra lalu masukan anak-anak sekitar Sugapa.
“Dan Pastor Alpen Mujijau, Pastor Kleopas Zondegau, Pastor Yeheskiel Belau dan Yuven Belau ini adalah satu anak asrama yang memilih hidup membiara. Karena saat itu sekolah tidak jalan bagus, kami kumpulkan anak-anak ini dan hari ini setelah 25 tahun mereka sudah jadi pastor menggantikan saya. Selamat melanjutkan tongkat estafet ini,” kata Kuayo.
Menurut dia, situasi yang dulu tahun 1997/1998 tidak jauh beda dengan saat ini di Intan Jaya, semua sekolah tidak jalan. “Kalau mau selamatkan generasi penerus Intan Jaya, saya minta dulu kami mulai tanpa uang hanya karena nekad saja, sekarang sudah jadi kabupaten ada pemerintah ada uang,” katanya.
“Mungkin baiknya buat barak panjang di Bilogai dan tampung anak-anak dan kita sekolahkan. Dulu tidak ada uang, sekarang uang banyak, susah apa. Karena dengan asrama itu kita bisa selamatkan generasi penerus,” kata dia. (*)