Manokwari, Jubi-Tangisan para korban dan keluarga korban Tragedi Wasior Berdarah pecah saat sesi mengenang orang-orang yang nyawanya dihilangkan melalui tangan kekuasaan aparat keamanan, 22 tahun silam di Distrik Wondiboy Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat, Selasa (13/6/2023).
Sekitar 20 Orang yang terdiri dari 15 korban yang masih hidup dan keluarga korban berkumpul, memperingati tragedi penyisiran, penangkapan, penyiksaan dan pembunuhan yang diduga dilakukan aparat Negara. Peringatan digelar di Sekretariat Dewan Adat Papua DAP di Distrik Wondiboy.
“Peristiwa itu sangat kejam, saya tidak tahu apa-apa kemudian ditangkap dan dikuburkan badan saya hanya sebatas kepala, lalu disiksa oleh aparat negara saat itu,” kenang Frans Saba (30)
Frans juga mengakui bahwa beberapa keluarganya hilang hingga saat ini belum ditemukan.
Dalam peringatan itu, korban dan keluarga korban saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya. Jangan sampai ada keretakan di antara mereka yang terus berjuang mencari keadilan.
“Yang paling penting kami saling menguatkan jangan sampai ada keretakan dalam memperjuangkan hal ini,” ucapnya.
Para korban yang hadir dalam peringatan tersebut di antaranya, Frans Saba, Yakob Bokwai, Yulianus Bokwai, Otniel Sarumi, Elly Ayomi, Nehemia Urus, Yan Ataribaba, Peki Kubiari, Marthapina Bokwai, Oktovina Ataribaba, David Wosiri, Agus Urbon, Mikha Wamati dan Yohanes Nusowi.
Negara janjikan penyelesaian Non Yudisial
Frans mengatakan pada akhir 2022 Pemerintah membentuk tim PPHAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM melalu jalur non yudisial “Pemerintah saat itu melalui Tim PPHAM mendatangi kami dengan janji bisa menjamin anak-anak korban untuk melanjutkan sekolah, jaminan kesehatan serta rehabilitasi, lalu kami mau menerima itu dengan catatan tidak bisa menghilangkan proses yudisial. Karena ini manusia yang di bunuh, bukan hewan sehingga dengan memberikan sesuatu lalu pelaku itu bebas,” katanya.
Namun hingga peringatan ke 22 tahun ini, pemerintah belum merealisasikan apa yang dijanjikan “Belum ada upaya penyelesaian non yudisial, tim hanya datang lalu mengambil data dan informasi tetapi hingga hari ini tidak ada kelanjutannya,” tuturnya
Dalam rangkaian peringatan tersebut, selain diisi dengan mengheningkan cipta bagi para korban juga dibacakan pernyataan sikap sebagai berikut;
1. Segera dibentuk tim pemantau pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non yudisial pelanggaran hak asasi manusia Wasior 2001 agar hak sebagai warga negara diperhatikan sebagai manusia
2. Untuk menjaga kedamaian, korban meminta kepada Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama untuk tidak lagi ada tragedi seperti ini di Teluk Wondama.
3. Bantuan rehabilitasi bagi korban, agar dibuktikan secara nyata, tidak hanya sebatas omongan dan kami korban butuh pembuktian.
4. Untuk proses Yudisial harus dilakukan sesuai Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
5. Dewan adat Papua Daerah Wondama sebagai bagian dari tema menyelematkan Manusia turut serta mendorong rekonsiliasi korban tragedi Wasior.(*)