Jayapura, Jubi – Ahli Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih, Dr Yusak Elisa Reba SH MH mengatakan Kementerian Dalam Negeri tidak memiliki dasar hukum untuk tidak melantik delapan calon terpilih anggota Majelis Rakyat Papua atau MRP periode 2023 – 2028.
Hal itu disampaikan Reba di Kota Jayapura, Papua, Senin (20/11/2023) menanggapi langkah Kementerian Dalam Negeri yang tidak melantik delapan calon terpilih anggota Majelis Rakyat Papua. Reba mengatakan MRP merupakan representasi simbol kedaulatan rakyat Orang Asli Papua yang dipilih rakyat Papua.
“MRP bukan dipilih oleh pemerintah pusat. MRP itu bukan wakil pemerintah pusat. MRP adalah representasi Orang Asli Papua, representasi khusus itu juru bicara khusus Orang Asli Papua, dan bukan dipilih oleh menteri. Dia bukan bawahan yang ditunjuk, dia adalah wakil yang dipilih oleh rakyat dan dia ada simbol kedaulatan rakyat orang asli Papua,” ujarnya.
Pada 7 November 2023, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) John Wempi Wetipo melantik 34 anggota Majelis Rakyat Papua masa jabatan 2023-2028. Seharusnya, ada 42 anggota MRP yang dilantik, namun delapan calon anggota tidak dilantik dengan alasan tidak memenuhi syarat dan ketentuan Peraturan Daerah Provinsi atau Perdasi Nomor 5 Tahun 2023.
Sejumlah delapan calon terpilih anggota Majelis Rakyat Papua yang tidak dilantik itu adalah Yullyus Bidana, Pdt Wakius Biniluk, Daud Wenda, Benny Sweny, Yoel Luiz Mulait, dan Saiful Islam Al Payage (Pokja Agama), Orpa Nari (Pokja Perempuan), dan Robert Dieudonne Wanggai (Pokja Adat). Padahal nama mereka telah ditetapkan calon terpilih dalam Surat Pengumuman Nomor: 161.1/7705/SET tertanggal 10 Juli 2023 tentang Clon Tetap dan Calon Terpilih MRP yang ditandatangani Penjabat Gubernur Papua Ridwan Rumasukun.
Reba mengkritik argumentasi Wakil Menteri Dalam Negeri soal pembatalan pelantikan delapan calon terpilih anggota Majelis Rakyat Papua karena mereka pernah menolak Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Menurut Reba itu, bukan alasan yang bisa dijadikan dasar hukum untuk tidak melantik calon tetap anggota MRP.
“Alasan [tidak dilantik karena] menolak Otsus itu bukan alasan hukum yang dijadikan acuan untuk tidak melantik anggota MRP. Itu bukan alasan hukum, itu alasan politik. Itu sudah masuk ke ranah politik, itu alasan non hukum dan itu tidak bisa diterima. Harus ada alasan hukum yang cukup yang menyatakan orang tidak bisa dilantik begitu,” ujarnya.
Yusak Elisa Reba yang juga Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih itu mengatakan para calon terpilih anggota Majelis Rakyat Papua yang ditetapkan Penjabat Gubernur Papua telah melalui mekanisme seleksi, dan seharusnya dilantik.
“Semua yang berproses untuk pencalonan MRP itu kan sudah sampai pada [penetapan gubernur]. Mereka 42 orang yang terpilih itukan sudah dibuat penetapan oleh Gubernur, artinya mereka itu diajukan [kepada Kementerian Dalam Negeri] untuk dilantik,” katanya.
Menurut Reba jika ada calon terpilih anggota Majelis Rakyat Papua tidak memenuhi syarat seharusnya, Kementerian Dalam Negeri tidak buru-buru melakukan pelantikan anggota MRP dulu. Seharusnya, demikian menurut Reba, Kementerian Dalam Negeri menyampaikan nama calon terpilih anggota MRP yang tidak memenuhi syarat itu kepada Penjabat Gubernur Papua.
“[Apabila] mereka itu ada yang berproses, masih atau belum sesuai dengan aturan pengangkatan, maka sesungguhnya pengusulan mereka ke Kemendagri itu tidak bisa dilanjutkan untuk pelantikan. Dan itu yang harus disampaikan bahwa sejak awal, sebelum pelantikan, bahwa mereka itu tidak [dilantik] karena ada prosedur yang keliru,” katanya. (*)