Jayapura, Jubi – Badan Pengurus Harian, Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Mahasiswa Nduga Indonesia Malang, Surabaya, Se-jawa Timur (BPH-DPC-IPMNI-SJM) Welinus Nirigi meminta kepada Presiden Ir. Joko Widodo segera mengintruksikan panglima untuk tarik militer organik maupun non organik dari Kabupaten Nduga.
“Sebab imbas dari pengiriman militer ke Tanah Papua membuat rakyat Papua di Nduga, Maybrat, Yahukimo, Pegunungan bintang, Puncak Papua, Puncak Jaya dan Intan Jaya mengungsi, daerah daerah ini menjadi sasaran dari tahun ke tahun. Sebab pemerintah terus menerus mengirimkan militer ke tanah Papua,” katanya kepada Jubi melalui sambungan telepon seluler, Sabtu (10/12/2022).
Nirigi mengatakan, pemerintah daerah di tingkat kabupaten dan Provinsi, segera tanggung jawab dalam rangka perlindungan serta memberikan kenyamanan bagi masyarakat sipil yang sedang terancam hidupnya oleh kekerasan militer Indonesia (TNI-POLRI).
“Selain pengungsi aparat keamanan juga membangun Pos Raksasa di Distrik Mbua yang membangun Jaringan Telkomsel, Wifi, Membuka TOGEL dan membuat Bisnis Militer di Kabupaten Nduga. Jelas-jelas hal ini merupakan basis militer dalam rangka operasi militer di Nduga,” katanya.
Nirigi menuntut Kapolres Nduga, Pangdam Cenderawasih dan Kapolda Papua segera bertanggung jawab.
“Dengan adanya pengungsi Nduga dengan secara transparan dan terbuka di publik. Kami Pelajar dan Mahasiswa Nduga se-Indonesia menolak keberadaan TNI-Polri,”katanya.
Nirigi mengatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia segera bertanggung jawab atas kehilangan jiwa dan nyawa pengungsi Nduga karena Operasi militer di Kabupaten Nduga tahun 2018, akibat adanya kontak senjata antara TNI / Polri dan TPNPB / OPM.
“Maka masyarakat yang mengungsi terdapat 4.276 Pengungsi di Distrik Mapenduma, 4.369 Pengungsi di Distrik Mugi, 5.056 Pengungsi di Distrik Yigi, 5.021 Pengungsi di Distrik Yal dan 3. 775 Pengungsi di Distrik Mbulmu Yalma. Para Pengungsi juga tersebar di Distrik Kagayem sebanyak 4.238 Jiwa, Distrik Nirkuri sebanyak 2. 982 jiwa, Distrik Inikgal sebanyak 4.001 Jiwa, Distrik Mbua sebanyak 2.021 jiwa dan Distrik Dal sebanyak 1. 704 Jiwa,” katanya.
Nirigi mengatakan, banyak ibu-ibu yang melahirkan di hutan karena kesulitan mengakses pertongan medis.
“Banyak kondisi balita yang tidak bisa mencukupi gizinya dengan baik saat berada di tempat pengungsian karena bahan makanan yang di butuhkan tidak tersedia dengan cukup bahkan ada masyarakat sipil yang diperlakukan semena-mena oleh aprat hingga meninggal dunia di beberapa kampung,” katanya.
Nirigi mengingatkan kepada pemerintah Indonesia terkait pembunuhan Pdt Geyimin Nirigi yang belum diketahui keberadaanya oleh pihak keluarga.
“Karena Pdt tersebut telah dihilangkan paksa oleh aparat militer di Distrik Mapenduma dengan cara membakar Honainya,” katanya.
Nirigi mengatakan, jika pemerintah kabupaten Nduga tidak mampu melindungi, mengamankan warga Nduga maka, segera kembalikan atribut (SK) Kabupaten Nduga.
“Jokowi segera hentikan invasi militer besar-besar ke Tanah Papua, untuk membangun Kapolda, Kapolres, Pangdam dan lainnya di 3 Daerah Otonomi Baru (DOB) ilegal di Tanah Papua,” katanya.
Lanjut Nirigi Dewan Pimpinan Cabang. Malang, Surabaya ( DPC-MS,SJTM) Pemerintah negara Republik Indonesia, Gubernur Propinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Nduga segera melakukan evakuasi kemanusiaan terhadap 60.000-an pengungsi, akibat konflik bersenjata antara TNI-POLRI VS TPNPB Kodap III Ndugama semenjak 04 Desember 2018 hingga saat ini.
“Kami menekankan kepada Persekutuan Greja-gereja Indonesia (PGI), dan lebih khusus gereja KINGMI di tanah Papua untuk ikut menyuarakan ketidakadilan yang terjadi terhadap pengungsi Nduga, sebagai umat Tuhan di tanah West Papua,” katanya.
Nirigi mengatakan, Presiden Joko Widodo segera membuka ruang dialog damai yang dimediasi oleh pihak ketiga, yaitu PBB untuk mencari solusi demokratis bagi penyelesaian konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI-POLRI di seluruh wilayah Papua Barat.
Nirigi mengatakan Pemerintah Indonesia segera menggelar referendum sebagai solusi demokratis.
“Di era moderen ini tidak patut ada penjajahan bagi sesama manusia, pemerintah Indonesia dapat merumuskan mekanisme referendum bagi bangsa West Papua, sebagai solusi demokratis guna pemulihan kemanusiaan bagi rakyat Papua ,” katanya. (*)