Sentani, Jubi – SD YPK Dias Glori Sekori di Kampung Skori, Distrik Kemtuk, Kabupaten Jayapura yang lokasinya jauh dari pemukiman warga membuat kegiatan belajar mengajar di sekolah ini tidak bisa seperti sekolah pada umumnya.
Selain guru yang tidak setiap hari datang mengajar, kehadiran para siswa pun tidak pernah bisa seratus persen. Salah satunya karena lokasi sekolah yang cukup jauh dari rumah mereka.
Hal ini terungkap ketika Komisi C DPRD Kabupaten Jayapura melakukan kunjungan kerja ke sekolah tersebut pada Selasa (24/10/2023).
Sekretaris Komisi C DPRD Kabupaten Jayapura, Basuki, mengatakan laporan dari Kepala SD YPK Dias Glori Sekori, bahwa guru yang berstatus honorer maupun PNS sangat jarang datang sekolah. Kehadiran siswa pun tidak pernah mencapai seratus persen.
Dikatakan Basuki, infrastruktur bangunan sekolah sudah permanen dan sangat layak untuk ukuran sekolah yang berada di pinggiran kota. Namun kondisi ini tidak didukung dengan fasilitas pendukung lainnya seperti kursi, bangku, meja, dan papan tulis di setiap ruang kelas.
“Dari diskusi kita dengan kepala sekolah, ada enam guru honorer, tiga guru status pegawai negeri, dan satu guru kontrak. Enam ruang kelas, tiga ruang kelas jauh di Kampung Aimbe. SD YPK Dias Glori Skori memiliki116 siswa,” jelasnya.
Kata Basuki, sekolah yang letaknya cukup jauh dengan pemukiman warga seperti SD YPK Dias Glori Sekori ini, memperngaruhi tingkat keaktifan sekolah tersebut.
“Saat kunker kami, sekolah sudah sepi, tidak ada siapapun,” kata Basuki.
Konstan Daimoye, anggota Komisi C DPRD Kabupaten Jayapura, mengatakan pendidikan adalah salah satu program prioritas pemerintah. Dilihat dari kondisi sekolah saat ini, maka pertanyaan akan muncul, apa saja yang selama ini dikerjakan oleh pemerintah kampung.
“Pendidikan adalah bagian penting dalam proses pembangunan yang dikerjakan saat ini. Saya mantan Kepala Kampung Yakonde. Sangat disayangkan kalau tidak ada intervensi oleh pemerintah kampung,” katanya.
Sementara itu, Kepala SD YPK Dias Glori Sekori, Adokfies Sahertian, mengatakan kondisi sekolah saat ini memang seperti mati suri. Kegiatan belajar mengajar tidak berjalan sebagaimana mestinya. Jumlah guru honorer dan guru berstatus PNS tidak seimbang.
Menurutnya, ketidakhadiran guru di sekolah juga sangat berdampak. Sementara jumlah guru honorer lebih banyak dibandingkan guru berstatus PNS.
“Ada sekolah di Kampung Aimbe yang dibangun oleh pemerintah kampung setempat karena jarak ke sekolah sangat jauh. Tiga kelas ini diisi oleh 36 siswa untuk kelas 1, 2, dan 3,” ujarnya.
Sahertian mengatakan banyak kendala yang dihadapi sekolah ini. Jarak tempuh dari rumah ke sekolah tanpa didukung fasilitas transportasi, kehadiran guru dan siswa yang selalu tidak lengkap seratus persen, fasilitas penunjang belajar mengajar yang minim, tidak ada jaringan internet, dan aset sekolah yang minim.
“Hal ini sudah berkali-kali kita laporkan ke Dinas Pendidikan dan pihak YPK di Tanah Papua. Tapi hingga saat ini belum direspons,” katanya. (*)