Jayapura, Jubi – Kepala Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey meminta Pemerintah Provinsi Papua segera menyelesaikan tuntutan Tambahan Penghasilan Pegawai atau TPP bagi dokter spesialis dan subspesialis. Hal itu dinyatakan Ramandey di Kota Jayapura, Selasa (5/9/2023).
Ramandey menilai jika tuntutan para dokter spesialis dan subspesialis itu dibiarkan berlarut-larut, dampaknya akan berdampak terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit. “[Itu] masalah serius, [soal] pembayaran TPP,” kata Ramandey.
Sebelumnya, para dokter spesialis dan subspesialis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura, RSUD Abepura dan Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Abepura mogok kerja melayani pasien poliklinik di ketiga rumah sakit pemerintah itu untuk menuntut Pemerintah Provinsi Papua membayar penuh TPP mereka. Mogok kerja itu dilakukan sejak Kamis (31/8/2023), namun pada Selasa sebagian dokter spesialis kembali melayani pasien poliklinik RSUD Jayapura dan RSUD Abepura.
Ramandey mengatakan pada Jumat (1/9/2023) pekan lalu pihaknya telah mengunjungi RSJD Abepura, RSUD Jayapura dan RSUD Abepura. Ramandey mengatakan ketidakhadiran dokter spesialis dan subspesialis sangat berdampak terhadap pelayanan di rumah sakit.
Ramandey mengatakan pihaknya telah mengingatkan para dokter tentang sumpah profesi mereka, dan perbuatan ini berpotensi melanggar HAM. “Kami berharap dokter bisa kembali melaksanakan tugasnya mereka dengan baik untuk memberikan pelayanan.”
Akan tetapi, dalam kunjungan itu Ramandey juga menemukan beban kerja para dokter sangat tinggi, dan dituntut tanggung jawab yang besar terhadap pasien. Ramandey mencontohkan di RSJD Abepura pihaknya melihat bagaimana ancaman spontan maupun secara langsung bisa dialami dokter dan perawat di rumah sakit itu.
“Para dokter mereka juga punya beban kerja dan overtime besar. Karena itu [tuntutan mereka] harus dibicarakan baik dengan mereka,” katanya.
Ramandey mengatakan Pemerintah Provinsi Papua dalam membuat kebijakan harus mempertimbangkan peran para dokter. “Ini bukan berhubungan dengan kertas tapi dengan nyawa manusia,” katanya.
Sub Koordinator Bagian Pelayanan Pengaduan Komnas HAM Perwakilan Papua, Melchior Weruin mengatakan Komnas HAM memandang mogok kerja itu sangat berpotensi melemahkan kualitas pelayanan terhadap pasien. Weruin mengatakan dalam konteks HAM mogok kerja itu berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM.
“Komnas HAM meminta jangan main-main, mereka sudah melakukan mogok kerja, pasien kronis tidak terlayani, dan [ada] ancaman taruhan nyawa. Riak-riak jangan ditahan terlalu lama,” ujarnya.
Weruin mendorong Pemerintah Provinsi Papua sesegera mungkin mengambil langkah yang cepat dan terukur untuk menyelesaikan tuntutan TPP para dokter. Komnas HAM juga meminta Peraturan Gubernur yang mengatur TPP bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Provinsi Papua ditinjau kembali.
“Paling tidak [aturan itu harus] mengakomodir tuntutan para dokter tersebut. Menurut keterangan para dokter, mereka sudah tujuh kali membangun komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua. Mereka [para dokter] merasa Pemerintah Provinsi Papua tidak memberikan perhatian serius terhadap persoalan itu. Apalagi Peraturan Gubernur itu yang membeda-bedakan [TPP tiap] Satuan Kerja Pemerintah Daerah, berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial. Itu catatan hasil pemantauan dan keterangan dari para dokter,” katanya.
Ketua Komite Medik RSUD Jayapura, dr Yunike Howay mengatakan hingga kini Pemerintah Provinsi Papua belum mengundang mereka untuk membicarakan tuntutan TPP itu. Pada 28 Agustus 2023, para dokter spesialis dan subspesialis tiga rumah sakit telah memasukan tuntutan TPP saat berdemonstrasi di Kantor Gubernur Papua.
“Kita belum dipanggil Pemerintah Provinsi Papua,” ujar Yunike kepada Jubi melalui panggilan telepon, pada Rabu (6/9/2023) pagi.
Howay mengatakan ada wacana tambahan TPP untuk dokter spesialis dan subspesialis akan dibayarkan Pemerintah Provinsi Papua. Ia mengatakan Direktur RSUD Abepura akan memfasilitasi para dokter spesialis dan subspesialis untuk bertemu dengan Pemerintah Provinsi Papua.
“Ada wacana dikembalikan kita punya TPP, hanya belum masuk di kita punya rekening masing-masing. Ada wacana dikembalikan 75 persen yang dipotong itu. Direktur RSUD Abepura yang [akan] menjembatani kami [bertemu] dengan Pemprov Papua,” katanya
Saat ditanyai pelayanan dokter spesialis dan subspesialis, Howay hanya menjawab singkat. “Jadi saya belum bisa berkomentar apa-apa. Poli tetap buka,” ujarnya. (*)