Sentani, Jubi- Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Jayapura, Eqberth Kopeuw mengatakan, pihaknya telah menyiapkan 56 orang tenaga guru muatan lokal (Mulok) yang tersebar di sejumlah sekolah di Kabupaten Jayapura.
Dikatakan, program Mulok yang diajarkan di sekolah adalah bahasa daerah (bahasa ibu), tetapi juga interaksi sosial, serta hasta karya atau kerajinan tangan serta seni rupa. “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.Mulok tidak hanya pada anak-anak asli daerah setempat, tetapi juga seluruh siswa yang datang dan tinggal di daerah ini, ” ujar Kopeuw di Sentani,Rabu (22/2/2023).
Menurutnya, perkembangan zaman yang terus berjalan dari waktu ke waktu,secara khusus penggunaan bahasa ibu sudah mulai tidak begitu nampak di generasi saat ini. Padahal, bahasa ibu yang kita miliki di setiap daerah menjelaskan bahwa kita berasal dari daerah tersebut. “Para guru muatan lokal yang ditempatkan ini tentunya adalah guru yang benar-benar asli dari daerah atau wilayah tersebut. Contohnya guru Mulok di Sentani Timur, maka yang ditempatkan disana adalah guru-guru yang berasal dari kampung-kampung di Sentani Timur, ” jelasnya.
Lanjut Kopeuw bahwa program mulok ini sudah berjalan sejak 2022 lalu dan sasaran utamanya pada sekolah tingkat dasar dan pertama. Di sejumlah sekolah yang kami kunjungi, semua prosesi penyambutan tamu dilakukan secara lokal, alat musik tradisional, lagu daerah setempat, hingga ucapan selamat datang kepada tamu-tamu yang datang atau berkunjung ke tempat tersebut.
“Beberapa hari lalu, kami berkunjung ke wilayah grimenawa, anak-anak sekolah di Yakotim dan Pobaim menyambut kedatangan kami dengan menggunakan lagu-lagu daerah setempat. Sama halnya dengan kunjungan kami ke wilayah perkotaan khususnya di Sentani bagian tengah, sebagian sekolah sudah menggunakan bahasa ibu untuk penyambutan tamu, tetapi juga dalam sapaan serta interaktif setiap hari di sekolah, “katanya.
Plt Kadisdik berharap agar gerakan mencintai bahasa ibu dalam program Mulok di setiap sekolah tetap dilaksanakan dan tetap menjadi program prioritas setiap sekolah. ” Jayapura yang begitu luas ini, punya banyak bahasa daerah dan dialeg yang berbeda-beda. Penggunaannya hingga saat ini belum semua dilakukan, bahkan sebagian bahasa mulai jarang terdengar. Hal ini menjadi perhatian serius bagi kita semua, jangan sampai bahasa ibu kita hilang begitu saja, maka jati diri kita juga dipertanyakan di kemudian hari, ” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Sekolah Adat Papua, Origenes Monim menjelaskan, bahasa ibu menjadi bahasa utama dalam melaksanakan seluruh program belajar dan mengajar di sekolah adat. Penerapan utamanya ketika siswa berada pada sekolah formal. “Ada puluhan sekolah dasar di Kabupaten Jayapura yang telah kami terapkan penggunaan bahasa ibu. Saat di sekolah formal, kebiasaan di sekolah adat terus terbawa,” ujarnya. (*)