Nabire, Jubi – Robeknya noken yang mengisi suara di enam kabupaten di Provinsi Papua Tengah yang menggunakan sistem noken dalam pelaksanaan Pemilu 2024 masih menjadi topik hangat, bahkan mendapat perhatian serius dari berbagai pihak.
Pasalnya, sejak Selasa (12/3/2024), warga yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Orang Asli Papua (AM-OAP) Papua Tengah yang berasal dari Kabupaten Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya, dan Puncak Jaya melakukan aksi demontrasi damai di Jalan Merdeka, persis di depan kompleks gedung RRI Nabire, tempat pelaksanaan pleno rekapitulasi penghitungan suara tingkat Provinsi Papua Tengah hingga Jumat (15/3/2024). Mereka menuntut segera mengembalikan hak kesulungan khusus calon anggota DPR RI, harus orang asli Papua.
Ketua Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Tengah, Agustinus Anggaibak, menanggapi dugaan penyelewengan atas suara khusus milik masyarakat dari enam kabupaten tersebut.
Terkait penggunaan sistem noken di enam kabupaten di provinsi DOB itu, Anggaibak menegaskan tidak ada dukungan untuk calon non Papua sebab suara sudah ‘dibungkus’ untuk calon anggota DPR RI asli Papua.
“Para penyelenggara pemilu, dalam hal ini PPD dan KPU termasuk Bawaslu di enam kabupaten ini, sudah melakukan kejahatan dalam pemilihan umum kali ini di enam kabupaten, khususnya [pemilihan anggota] DPR RI. Jadi, itu harus dilihat atau tinjau kembali kebenarannya, tidak boleh terburu-buru,” ujar Agustinus Anggaibak kepada Jubi, Jumat (15/3/2024).
Ia menegaskan sangat tidak mungkin masyarakat asli sepakat kasih kepada calon DPR RI bukan asli Papua. Sebab masyarakat tahu ada banyak putra dan putri daerah juga mencalonkan diri.
“Masyarakat tidak mungkin kasih, karena mereka tahun betul, mereka punya orang juga sedang calon DPR RI. Kami di MRP juga sudah dapat informasi langsung dari masyarakat bahwa di enam kabupaten tidak ada yang dukung calon non Papua,” ujarnya.
Ia justru mendukung aksi yang dilakukan oleh aliansi masyarakat.
“Jadi apa yang disampaikan oleh calon [anggota] DPR RI asli Papua Tengah maupun masyarakat, kepala-kepala suku dan tokoh pemuda, bahwa di enam kabupaten tidak dukung non Papua itu benar sekali,” katanya.
Ia meminta kepada pihak penyelenggara pemilu jangan mengabaikan namun harus menindaklanjuti aksi ataupun laporan yang disampaikan.
“Jadi KPU RI maupun KPU Papua Tengah harus perhatikan hal itu. Hal ini jangan diabaikan, tapi harus diperhatikan,” kata Anggaibak.
“Masyarakat tidak dukung caleg non Papua. Suara mereka bungkus untuk orang asli Papua. Itu kejahatan pemilu yang dilakukan oleh oknum penyelenggara, mulai dari PPD sampai dengan KPU, sehingga suara dari enam kabupaten secara sepihak pilih calon non Papua maka harus kembalikan kepada calon asli Papua, khusus untuk [calon anggota] DPR RI,” sambungnya.
Lain hal dengan Kabupaten Nabire dan Mimika, sebab kedua kabupaten tersebut menggunakan sistem satu orang satu suara, sehingga apapun hasil dari dua kabupaten boleh ditindaklanjuti oleh penyelenggara pemilu.
“Kalau Kabupaten Mimika dan Nabire itu kan sistem demokrasi [one man one vote], saya pikir dukungan suara terbagi atau pilih calon non Papua tidak menjadi salah,” ucapnya.
Namun, sekali lagi ia menegaskan sangat tidak benar jika caleg non Papua bisa mendapatkan suara dari enam kabupaten yang pakai sistem noken.
“Tidak dibenarkan kalau calon non Papua mendapatkan suara di tempat yang menggunakan sistem noken, sebab sudah pasti pilih calon DPR RI asli Papua,” katanya.
“Sehingga kami di MRP juga sedang mencari kebenaran dan fakta agar bisa terungkap,” ujarnya.
Ia berharap Papua Tengah sebagai provinsi yang baru semestinya menaruh fondasi pembangunan daerah yang kokoh dengan cara kejujuran dan kedamaian.
“Ini provinsi baru, jadi saya harap jangan penuhi dengan kebohongan, tapi harus tanamkan pondasi yang kokoh dengan kejujuran supaya ke depan Papua Tengah ini tetap damai,” katanya.
Ketua KPU Papua Tengah, Jeniffer Darling Tabuni, yang ditemui Jubi, Sabtu (16/3/2024) dini hari, hanya tersenyum dan menyarankan kepada pihak MRP Papua Tengah bisa membuktikan penyampaian tersebut jika penyelenggara pemilu turut terlibat.
“Hmmm, kalau memang itu benar, dia [Ketua MRP Papua Tengah] harus membuktikan,” katanya singkat, berhubung sibuk dengan pelaksanaan rekapitulasi suara tingkat provinsi.
Sementara, Ketua Bawaslu Papua Tengah, Markus Madai, juga enggan berkomentar. Ia menyarankan kepada MRP Papua Tengah membuat suatu regulasi yang mengikat untuk orang asli Papua di Papua Tengah.
“Dong [mereka] bikin sebuah kekuatan hukum, jangan bicara-bicara yang tidak benar,” ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!