Jayapura, Jubi – Semua caleg yang sudah lolos ke kursi parlemen di tingkat DPR-RI, DPD-RI, DPRP, dan DPRK perlu memahami mereka terpilih oleh karena suara rakyat. Sehingga punya tanggung jawab untuk berbicara masalah-masalah rakyat.
Demikian ditegaskan oleh Koordinator Tim Pemantau Independen Pemilu dari Aliansi Demokrasi untuk Papua atau ALDP, Antoni Ibra
di Kota Jayapura, Papua pada Senin (18/3/2024). Dia mengingatkan kepada para caleg yang mendapatkan kesempatan untuk ada di kursi parlemen dalam lima tahun mendatang ini agar benar-benar menjadi wakil rakyat, bukan wakil pribadi.
Ia menyayangkan beberapa peristiwa yang menimpa masyarakat namun DPR tidak berbicara dan memperhatikan kehidupan masyarakat yang menjadi tanggung jawab mereka. Padahal anggota DPR itu dimandatkan melalui suara rakyat untuk berbicara kesejahteraan masyarakat.
Ibra juga menyontohkan peristiwa konflik bersenjata antara TPNPB dan TNI/Polri yang mengakibatkan pengungsian, pengungsi di Puncak Jaya, Intan Jaya, Maybrat, tidak dengan lantang disuarakan oleh DPR.
“Warga pengungsi di Kabupaten Nduga, DPR mana di Kabupaten Nduga yang berani berbicara untuk rakyat yang mengungsi atau di Kabupaten Jayapura soal pelabuhan petikemas [yang belum menyelesaikan] hak ganti rugi kepada masyarakat adat sampai sekarang, soal itu DPR siapa yang berani bicara? Lalu [jika tidak berani] motivasi jadi DPR apa? Kalau persoalan di masyarakat masih banyak tidak bisa disuarakan,” katanya Antoni Ibra.
Ia menilai hanya sebagian kecil DPR saja yang peduli dengan masyarakat dan memperjuangkan hak-hak masyarakat. Ibra menyontohkan dua orang DPR di DPR Kota Jayapura menginisiasi terjadinya proses pembahasan peraturan daerah atau Perda tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus di Kota Jayapura. Perda itu sudah dikerjakan tinggal menunggu pengesahannya saja, lanjutnya.
Namun Ibra khawatir DPR-DPR baru di Kota Jayapura tidak melanjutkan proses itu hingga ke pengesahan perda. “Dengan DPR baru di Kota Jayapura ini apakah mereka akan lanjutkan pengesahan Perda tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus di Kota Jayapura yang telah dibahas DPR sebelumnya itu atau malah tidak dilanjutkan lagi. Misalnya di Kabupaten Jayawijaya dari lembaga masyarakat adat bersama tokoh-tokoh ada menyusun perda tentang proses ganti rugi seperti pelanggaran Hak asasi Manusia atau HAM Wamena berdarah itu atau juga ganti rugi dalam proses-proses kriminalitas. Tetapi draf Perda sampai saat ini belum disahkan, dan draf itu hanya menjadi hiasan di rak buku,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa yang menjadi harapan itu adalah ketika anggota dewan mampu meninggalkan ego pribadi, ego kesukuan, sifat rakus, menghindari tindakan korupsi dan juga berbesar hati jika tidak terpilih lagi.
Anggota dewan yang menjalankan fungsinya sesuai undang-undang mendapatkan kesempatan di kursi parlemen dengan kewajiban melakukan sesuatu untuk masyarakat dan bersuara menyambungkan lidah rakyat atau menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah, ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!