Jayapura, Jubi – Dalam pengumpulan opini publik yang dilakukan oleh Vanuatu Daily Post pekan ini mengenai komunikasi mengenai Referendum Nasional yang akan datang, masyarakat menyatakan keprihatinan besar mengenai perlunya penjelasan yang lebih jelas.
“Wawancara yang dilakukan kemarin di Seafront menghasilkan beragam pendapat dari tujuh warga Vanuatu, menyoroti kebingungan yang ada seputar Referendum Nasional,” demikian dikutip Jubi dari dailypost.vu, Senin (26/2/2024).
Joe Pupu, warga Port Vila yang prihatin, merasa frustrasi dengan ketidakjelasan seputar referendum mendatang. Ia mengaku belum sepenuhnya memahami apa itu referendum dan berpendapat pemerintah harusnya memberikan penjelasan yang lebih jelas. Pupu menekankan pentingnya transparansi dalam proses tersebut untuk memastikan setiap warga negara dapat mengambil keputusan yang tepat.
Mark Toa, warga Port Vila lainnya, berbagi keprihatinan dengan Pupu. Ia juga bingung dengan referendum tersebut dan mendesak pemerintah memberikan penjelasan lebih detail. Toa berpendapat bahwa tanpa pemahaman yang jelas, warga negara tidak dapat berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi, sehingga melemahkan kredibilitas proses tersebut.
John Henly yang baru tiba dengan kapal kemarin menyuarakan keprihatinannya atas minimnya sosialisasi terkait referendum nasional. Ia berargumentasi bahwa diskusi mengenai referendum tampaknya hanya terbatas di pusat kota seperti Port Vila, sehingga masyarakat di daerah terpencil tidak mendapat informasi. Henly menekankan bahwa referendum harus dapat diakses oleh semua warga negara, terlepas dari lokasi mereka, dan menyerukan upaya bersama untuk menyebarkan kesadaran secara nasional.
Mary Avilu mendukung sudut pandang Henly, dan menekankan bahwa referendum ini menyangkut seluruh bangsa, bukan hanya ibu kotanya. Dia menekankan perlunya kampanye kesadaran yang komprehensif untuk menjangkau masyarakat di daerah terpencil dan memastikan partisipasi mereka dalam proses demokrasi. Avilu mendesak pemerintah untuk memprioritaskan strategi komunikasi inklusif untuk menjembatani kesenjangan informasi.
David Joy, warga yang prihatin dari Pantai Barat Santo, mengangkat isu mengenai waktu Referendum Nasional. Ia berpendapat bahwa 29 Mei terlalu dini dan belum ada cukup waktu bagi masyarakat, terutama yang berada di daerah terpencil, untuk memahami sepenuhnya konsep dan maknanya. Joy menyarankan agar pemerintah mengadakan lokakarya di provinsi dan menyediakan sumber daya pendidikan untuk memfasilitasi pemahaman yang lebih baik di kalangan masyarakat umum.
Rachel Mira menyuarakan keprihatinan David, menekankan perlunya kampanye kesadaran yang luas di luar pusat kota. Dia berargumentasi bahwa referendum yang terburu-buru tanpa pemahaman yang luas dapat melemahkanlegitimasinya. Mira mendesak pemerintah untuk mengalokasikan sumber daya untuk program penjangkauan dan inisiatif pendidikan guna memastikan bahwa setiap warga negara memahami implikasi dari pilihan mereka.
Michael Tamata, seorang warga negara yang bijaksana, berkomentar tentang pentingnya pengambilan keputusan yang terinformasi dalam proses demokrasi.
Ia mengakui pentingnya referendum namun menekankan bahwa tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dilakukan, legitimasi seluruh proses akan dipertanyakan. Tamata mendesak pemerintah untuk memprioritaskan upaya pendidikan untuk memastikan bahwa warga negara memahami sepenuhnya pentingnya referendum sebelum memberikan suara mereka. Ia percaya bahwa pemilih yang memiliki informasi sangat penting untuk menegakkan prinsip-prinsip demokrasi. (*)
Discussion about this post