Jayapura, Jubi – Bougainville Copper Limited (BCL) telah diberikan perpanjangan izin eksplorasi selama lima tahun untuk Tambang Panguna. Kesepakatan ini telah ditandatangani pada 2 Februari 2024 di Buka, ibukota Daerah Otonomi Khusus Bougainville, Papua Nugini (PNG).
“Tambang di wilayah otonomi Papua Nugini telah ditutup sejak awal perang saudara 35 tahun lalu,” demikian dikutip Jubi dari rnz.com pada Rabu (7/2/2024).
BCL sebelumnya berada di bawah kepemilikan mayoritas Rio Tinto, namun sebagian besar sahamnya kini dipegang oleh pemerintah Bougainville.
Presiden Bougainville Ishmael Toroama mengatakan Panguna adalah ‘proyek berdampak besar bagi Bougainville’ dan penerbitan izin tersebut akan membuka jalan bagi pembangunan kembali kawasan tersebut.
Ketua BCL, Sir Melchior Togolo, mengatakan perpanjangan izin eksplorasinya bersifat kolaborasi dan menghormati.
“Ini adalah hasil kolaborasi konstruktif, yang didasari oleh rasa saling menghormati, dengan tujuan bersama untuk menjadikan Bougainville kuat secara ekonomi, menciptakan peluang bagi pengembangan bisnis dan lapangan kerja bagi masyarakat kami,” katanya.
Perusahaan mengatakan perpanjangan tersebut akan memungkinkannya untuk meningkatkan aktivitas di wilayah proyek Panguna sesuai dengan Bougainville Mining Act 2015.
“Perusahaan mempunyai kehadiran yang mapan di Bougainville dan telah menjalin hubungan masyarakat yang kuat.”
“Hal ini memberikan landasan yang sangat kuat untuk peningkatan aktivitas seiring kami bekerja dengan saling menghormati terhadap pembangunan kembali Panguna,” kata Sir Melchior.
Tambang Panguna di Bougainville merupakan tambang tembaga besar dan mewakili salah satu cadangan tembaga terbesar di Papua Nugini dan di dunia. Tambang ini diperkirakan memiliki cadangan satu miliar ton bijih tembaga dan dua belas juta ons emas .
Tambang tersebut telah ditutup sejak 1989 dan menghentikan seluruh produksinya karena adanya konflik perjuangan kemerdekaan pejuang tentara Bougainville.
Penemuan deposit bijih tembaga dalam jumlah besar pada pendirian tambang tembaga pada 1969 oleh Bougainville Copper Ltd , anak perusahaan dari perusahaan Australia Conzinc Rio Tinto dari Australia.
Tambang ini mulai berproduksi pada tahun 1972, dengan dukungan Pemerintah Nasional Papua Nugini sebagai pemegang saham 20 persen. Sebaliknya, masyarakat Bougainville menerima 0,5–1,25 persen bagian dari total keuntungan. Pada saat itu, lokasi tersebut merupakan tambang tembaga/emas terbuka terbesar di dunia, yang menghasilkan 12 persen PDB Papua Nugini dan lebih dari 45 persen pendapatan ekspor negara tersebut.
Keuntungan yang diperoleh dari tambang tersebut membantu mendanai kemerdekaan Papua Nugini dari Australia, pada 1975. (*)
Discussion about this post