Jayapura, Jubi- Seorang aktivis pro-kemerdekaan di Kanaky sebutan asli dari Kaledonia Baru memperingatkan Prancis untuk segera menghentikan rencana amandemen konstitusi atau akan menghadapi “perang”.
“Seruan untuk perubahan arah ini menyusul usulan perubahan konstitusi terhadap hak memilih yang dapat meningkatkan jumlah pemilih anti-kemerdekaan yang memenuhi syarat,”demikian dikutip Jubi dari Radio New Zealand, Selasa (16/4/2024)
Juru bicara Gerakan Kemerdekaan Pasifik (le Mouvement des Océaniens indépendantistes), Arnaud Chollet-Léakava, adalah salah satu dari ribuan orang yang turun ke jalan di Nouméa sebagai protes pada Sabtu (13/4/2024)
Dia mengatakan kepada RNZ Pacific bahwa ketegangan sedang tinggi.
“Kami di sini untuk memberitahu mereka bahwa kami tidak boleh melakukan kesalahan ini,” kata Chollet-Léakava.
“Selangkah demi selangkah, saya pikir akan ada perang.”tambahnya
Sebaliknya kelompok loyalis juga ikut dalam protes balasan di Nouméa dan mendapat banyak jumlah peserta.
Orang-orang di sana mengenakan bendera Prancis, kontras dengan lautan warna biru, merah, hijau dan kuning yang melambangkan bendera Kanak pada unjuk rasa pro-kemerdekaan.
Solange Ponija adalah salah satu dari ribuan orang yang menghadiri unjuk rasa pro-kemerdekaan di Nouméa.
“Perubahan konstitusi – jika ditegakkan – akan memberikan keseimbangan hak suara kepada pihak Prancis,” katanya.
Ia khawatir penduduk asli Kaledonia Baru, suku Kanak, akan kalah dalam perjuangan kemerdekaan:
“Mereka ingin menjadikan kami minoritas…itu akan menjadikan kami minoritas!,”tegasnya
“Undang-undang tersebut akan menjadikan masyarakat Kanaky sebagai minoritas karena akan membuka badan pemilihan bagi orang lain yang bukan Kanaky dan yang akan memberikan pendapatnya mengenai aksesi Kaledonia ke kedaulatan penuh,” kata Ponija.
‘Menuju perang saudara’
Pria Prancis yang sudah dua dekade tinggal di Kaledonia Baru mengatakan kemerdekaan atau tidak, dia hanya menginginkan perdamaian.
Pria tersebut – yang tidak ingin disebutkan namanya karena takut akan pembalasan – mengatakan dia pindah ke Kaledonia Baru karena mengetahui bahwa dia akan tinggal di tanah jajahan.
Pernah mengalami kekerasan pada tahun 2019, pria tersebut memohon kepada kedua belah pihak untuk bersikap ramah.
“[Ini] sangat rumit dan sangat serius karena jika undang-undang tersebut tidak dicabut dan disahkan. Kita jelas sedang menuju perang saudara,”katanya.
“Kami mengharapkan perdamaian dan kami berharap dapat menemukan kesepakatan bersama bagi kedua belah pihak,”tambahnya.
“Masyarakat menginginkan perdamaian dan kami tidak ingin mengarah pada perang,” jelas pria tersebut.
RUU konstitusional tersebut disahkan oleh Senat Prancis pada 2 April.
Tahap selanjutnya adalah pembahasan RUU yang telah ditetapkan pada 13 Mei.
Kemudian Senat dan Majelis Nasional akan berkumpul pada bulan Juni untuk memberikan persetujuan akhir.
Hal ini akan memungkinkan setiap warga negara yang telah tinggal di Kaledonia Baru setidaknya selama 10 tahun untuk memberikan suara mereka pada pemilu lokal.(*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!