Jayapura, Jubi – Menteri Keamanan Internal dalam Kabinet Perdana Menteri PNG, James Marape, Peter Tsiamalili Jr, dari Bougainville menolak klaim bahwa ia telah menggunakan kunjungannya ke New York untuk melakukan advokasi bagi masa depan politik Daerah Otonomi Bougainville.
“Dia menanggapi seruan pengunduran diri dari Gubernur Provinsi Sepik Timur, atas pernyataan Tsiamalili di New York,” demikian yang dikutip Jubi dari thenational.com, Rabu (27/9/2023).
Menurut Bird, Gubernur Sepik Timur, Menteri Tsiamalili dalam perjalanan baru-baru ini ke Majelis Umum PBB di New York telah memanfaatkan hak istimewa mewakili negara PNG sebagai menteri.
“Dia malah menggunakan kesempatan itu untuk membahas aspirasi kemerdekaan bagi masyarakat Bougainville,” katanya.
Namun pernyataan itu, kata Tsiamalili, kepada The National bahwa media lokal salah mengutip pendapatnya.
“Saya berada di New York untuk menghadiri pertemuan di sela-sela Majelis Umum PBB. Salah satu pertemuan tersebut adalah pertemuan tingkat menteri Komisi Pembangunan Perdamaian,” katanya.
“Saya menyampaikan dalam pertemuan itu dalam kapasitas saya sebagai Menteri Keamanan Dalam Negeri,” katanya.
“Bertentangan dengan laporan yang diterbitkan oleh media (Bernama), saya tidak menggunakan pertemuan itu untuk mengadvokasi kemerdekaan Bougainville,” tambahnya.
“Sebaiknya pernyataan saya menunjukkan perlunya PBB terus mendukung inisiatif pembangunan perdamaian secara global. Saya mencatat pentingnya diplomasi preventif sebagai cara mengurangi konflik dan pentingnya kepercayaan antar pihak,” katanya.
Dia mengatakan perlunya memajukan perdamaian dengan cara damai, “menekankan perlunya kebijaksanaan, kepekaan, dan saling menghormati ketika merundingkan jalan menuju perdamaian”.
“Dalam melakukan hal ini, saya mencatat bahwa Perjanjian Perdamaian Bougainville, yang ditandatangani oleh PBB, telah dipandu oleh prinsip-prinsip ini selama 20 tahun terakhir,” katanya.
Tsimalili mengatakan laporan yang dipublikasikan tersebut tidak mencerminkan pernyataan di Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York, melainkan komentar yang dilontarkan sebagai tanggapan atas pernyataan Menteri Kehakiman Bougainville, Ezekiel Massat.
Sekadar catatan, wilayah Pemerintahan Otonom Bougainville pada 23 November sampai dengan 7 Desember 2019 telah melakukan referendum bagi masa depan wilayah tersebut. Hasil referendum menyebutkan bahwa suara terbanyak 98,31 persen rakyat Bougainville memilih merdeka dari Papua Nugini (PNG).
Referendum tersebut merupakan hasil kesepakatan tahun 2001 antara pemerintah Papua Nugini dan Pemerintah Otonomi Bougainville yang mengakhiri perang saudara yang terjadi pada tahun 1988 hingga 1998.
Pemungutan suara tersebut tidak mengikat dan pemerintah Papua Nugini mempunyai kewenangan akhir untuk melakukan referendum. Keputusan tentang status politik Bougainville.
Para pengamat mengatakan bahwa hasil yang jelas membuat Papua Nugini sulit untuk mengabaikan atau menunda hasil tersebut. Namun para pengamat menyebutkan kemerdekaan memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dicapai.
Pada bulan Juli 2021, dicapai kesepakatan antara pemerintah Papua Nugini dan Bougainville, di mana Bougainville akan memperoleh kemerdekaan pada tahun 2027 jika diratifikasi oleh parlemen Papua Nugini di Port Moresby. (*)