Nabire, Jubi – Anggota Komite Nasional Papua Barat atau KNPB Gerson Pigai menyebutkan ada 101 aktivis KNPB peserta aksi demonstrasi yang ditangkap Polres Nabire pada Kamis (15/8/2024) pagi, termasuk 3 orang yang sebelumnya ditangkap saat membagikan selebaran, semuanya sudah dilepaskan dan kembali ke rumah.
“Dari semua titik, kami jumlahkan ada sekitar 101 orang yang ditangkap. Pada Kamis (15/8/2024) pukul 11 malam sudah dibebaskan,” katanya kepada sejumlah wartawan saat menggelar jumpa pers yang dihadiri anggota dan pimpinan KNPB se-Wilayah Meepago di Kali Bobo, Jumat (16/8/2024).
Sedangkan 2 aktivis KNPB yang mengalami luka tembak, Andy Tebay dan Yosua Pigome, masih dirawat di RSUD Nabire. Selain itu, kata Pigai, 8 anggota KNPB juga mengalami luka berat akibat pukulan aparat kepolisian dengan menggunakan sepatu laras, besi, rotan, dan popor senjata.
“Ada pula benda-benda milik massa aksi yang hilang saat di titik aksi maupun di Polres Nabire. Barang-barang berupa uang, HP, milik massa aksi yang diambil, kami minta kepada pihak kepolisian agar kembalikan ke pemiliknya segera,” katanya.
Gerson Pigai melaporkan secara umum kronologis aksi yang berbuntut penangkapan massal oleh polisi. KNPB Wilayah Meepago melakukan aksi demonstrasi menentang New York Agrement 15 Agustus 1962 sekaligus memperingati Agustus sebagai Bulan Rasisme di sejumlah titik di Nabire pada Kamis (15/8/2024) pagi.
Massa aksi, kata Pigai, berkumpul di lima titik, yaitu Kali Bobo, Siriwini, Pasar Karang, SP, dan Jepara II. Namun di semua titik mereka didatangi aparat polisi dari Polres Nabire, aksi dibubarkan, dan mereka diangkut ke Kantor Polres Nabire.
“Massa mulai turun ke titik-titik kumpul sekitar pukul 7 pagi. Massa di Kalibobo sudah melakukan orasi sekitar 10 menit, langsung aparat polisi datang mengangkut mereka,” katanya.
Menurutnya aparat kepolisian menangkap massa dengan jumlah yang banyak. Lalu dibawa ke Kantor Polres Nabire. “Brutalnya massa aksi disuruh buka baju dan berjemur di terik matahari,” katanya.
Zadrak Kudiyai nilai ruang demokrasi di Nabire buruk
Penanggung jawab aksi yang juga Sekretaris KNPB Nabire, Zadrak Kudiyai menjelaskan, dari lima titik aksi, untuk rencana aksi di SP 1 belum melakukan aksi sudah dibubarkan polisi. Sedangkan di Kalibobo massa sudah berada di lokasi, lalu ditangkap polisi. Kemudian di Siriwini polisi membubarkan massa aksi pukul 12.46 WIT.
“Polisi membubarkan tanpa melakukan negosiasi dengan koordinator lapangan di titik kumpul,” ujarnya. “Dari laporan yang kami dapatkan, ada 3 orang yang dapat tangkap,” tambahnya.
Kemudian aksi di Pasar Karang sudah sampai di titik aksi, ketika jalan sampai Jembatan Kali Nabire. “Polisi hadang dari Arah Wonorejo dan dari arah Karang Barat, dan tembak gas air mata, sehingga massa bubar,” ujarnya.
Kudiai menyebutkan, dua peserta aksi terkena tembakan peluru aparat keamanan masih berada di Rumah Sakit Umum Daerah Nabire di Siriwini. Kedua korban bernama Andrias Gobay (anggota KNPB Wilayah Dogiyai) dan Yosua Pigome. Mereka ditembak di resetlemen samping Kali Nabire.
“Kedua korban dalam kondisi kritis,” katanya. “Andrias Gobay dan Yosua Pigome saat ini masih kekurangan darah dan mereka masih harus dirawat di RSUD Nabire,” tambahnya.
Menurut Kudiyai tindakan polisi membubarkan aksi demonstrasi KNPB di lima titik di Nabire tersebut melanggar undang-undang dan aparat keamanan tidak memberikan ruang kebebasan.
“Polisi tidak melakukan pengamanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk protap sesuai dengan Perkap (Peraturan Kapolri) Nomor 1 Tahun 2029 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian,” ujarnya.
Zadrak Kudiyai: Di Nabire banyak kepentingan
Terkait pemalangan jalan setelah massa aksi dibubarkan di Jembatan Kali Nabire, kata Kudiyai, KNPB tidak bertanggung jawab.
“Setelah massa aksi dibubarkan, massa aksi KNPB se-Meepago mundur, sehingga KNPB tidak bertanggung jawab atas pemalangan jalan yang dimulai dari samping Kali Nabire Transat sampai di jalan raya depan Masjid Wonorejo, itu KNPB tidak bertanggung jawab,” katanya.
Alasan pihaknya tidak bertanggung jawab, kata Kudiyai, karena dalam jumpa pers kedua pihaknya telah mengimbau dan menyampaikan bahwa apabila masalah terjadi dalam aksi dalam keadaan mabuk atau membawa alat tajam maka KNPB tidak bertanggung jawab.
“Karena kami tahu bahwa di Nabire itu banyak kepentingan,” ujarnya.
Kudiyai juga menduga pengejaran terhadap orang pendatang yang dilakukan oleh warga non-Papua [atau warga Nusantara] di Wonorejo adalah binaan BIN yang diskenariokan untuk mengacaukan jalannya aksi KNPB dan mengkambinghitamkan KNPB.
“Kami tidak bertanggung jawab dari awal, kami sudah sampaikan bahwa kami tidak bertanggung jawab karena di Nabire itu banyak kepentingan. Maka dari Transat sampai masjid itu di luar dari tanggung jawab kita, karena di luar dari garis komando kita,” katanya.
Ia juga menyorot tindakan polisi yang menurutnya keliru di mana semua peserta aksi sebelum dipulangkan disuruh untuk menandatangani surat untuk tidak melakukan aksi KNPB lagi.
“Kami menilai ini sangat keliru, karena Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia mengatur bahwa setiap warga negara berhak mengeluarkan pendapat di muka umum,” ujarnya.
Pernyataan sikap KNPB Wilayah Meepago
Kimot Mote, koordinator lapangan umum aksi serentak KNPB Meepago pada Kamis, 15 Agustus 2024 di Nabire mengatakan, pihaknya mengusung tema aksi KNPB wilayah Meepago di Nabire adalah ‘Usir Kolonialisme Melawan Rasisme’.
“Kami keluarkan pernyataan sikap KNPB kemarin saat aksi bersama rakyat Papua Barat menolak perjanjian illegal New York Agreement lawan anti rasisme,” katanya.
Pernyataan sikap itu berisi sembilan poin, yaitu Indonesia segera membuka ruang demokrasi di Tanah Papua, tarik militer dari Papua Barat, stop pengedropan militer Indonesia ke West Papua, stop genosida ekosida di West Papua, dan tolak PT Blok Wabu, PT Somaling, dan lainnya di West Papua.
Kemudian stop penangkapan terhadap aktivis Papua Merdeka, PBB segera tinjau kembali Pepera 1969 dan segera melakukan referendum ulang, Indonesia segera membuka jurnalis asing ke West Papua, dan Indonesia segera memberikan hak penentuan nasib sendiri bagi Bangsa West Papua sebagai solusi demokratis.
Penjelasan Kapolres
Seperti diberitakan Jubi.id sebelumnya (Kamis, 15/8/2024), pada pukul 14.39 WIT di sebuah kafe di Nabire, Kapolres Nabire AKBP Wahyudi Satrio Bintoro kepada wartawan mengatakan hasil pemantauannya sampai detik itu situasi aman terkendali.
“Ya, memang adalah beberapa riak-riak kecil, tapi sudah kita kendalikan semuanya. Sudah berangsur-angsur kondusif. Bahkan ini tadi dari Forkompimda, baik provinsi maupun kabupaten, sama-sama mengecek, situasi bisa dikendalikan,” ujarnya.
Jubi.id menanyakan tentang penembakan dan penembakan gas air mata, Kapolres mengatakan terkait masalah itu pihaknya sudah menggunakan protap sesuai dengan Perkap (Peraturan Kapolri) Nomor 1 Tahun 2029 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
“Kita kan sudah laksanakan mulai dari kehadiran kita, kita sudah memberikan imbauan, penyampaian, kita dorong, ternyata posisinya mereka melakukan tindakan anarkis, pelemparan batu. Bahkan anggota kami posisinya ada yang terkena lemparan juga, luka-luka,” katanya.
Kapolres melanjutkan. “Bahkan juga ada motor warga masyarakat yang dibakar. Kemudian di jembatan-jembatan itu tiang-tiangnya juga pada dilepas semua. Oleh sebab itu, kita laksanakan tindakan tegas terukur yang menggunakan gas air mata,” ujarnya. (*)