Jayapura, Jubi – Meski dana beasiswa bagi siswa unggulan Papua yang tersendat-sendat dan hidup hampir tanpa harapan di negara Amerika Serikat sejak 2015 sampai wisuda sarjana 14 Desember 2023, banyak orang tua yang skeptis karena tidak ada dana alternatif lainnya sejak anak mereka bersekolah misalnya di Highschool Mac Duff School di Massachusetts dan berkuliah di George Masos University di Virginia.
“Apa pun juga namun hari ini Kamis (14/12/2023) ananda terkasih Yvette yang tercinta telah sukses melewati semua tantangan penuh kepahitan, dan melalui proses berkerikil hingga akhirnya menuntaskan studi dengan sangat baik,” kata Yves Pierre Papare kepada Jubi di kediamannya di Perumnas 2 Waena, Kota Jayapura, Kamis (1/2/2024) siang.
Dikatakan, anaknya sangat beruntung karena langsung mendapat visa kerja (greencard) sehingga bisa bekerja di sana dan juga mendapat peluang untuk bea siswa LPDP dana Abadi Indonesia untuk Dinas Pendidikan setelah bekerja setahun bisa kuliah pasca sarjana.
“Saya berharap dia bisa bekerja di sana dan tidak perlu kuliah pascasarjana,” katanya, seraya mengatakan anaknya lulusan sarjana jurusan studi Global Affair di George Mason University di Virginya.
Dia menambahkan sangat berterima kasih kepada semua pihak dan secara pribadi kepada bapak Aryoko Rumaropen yang juga telah memberikan dukungan, dan berterima kasih pula kepada semua orang terkasih yang dengan ketulusan hati telah rela memberikan dukungan doa yang sungguh.
“Amazing Grace. Halleluya,” kata Yves atas keberhasilan putri sulungnya selama studi di Amerika Serikat.
Dia juga sangat sedih ada beberapa rekan dari putrinya juga masih tersendat-sendat dalam biaya studi di Amerika Serikat dan terancam dideportasi serta putus kuliah.
“Banyak sekali liku-liku yang dialami anak saya berangkat ke USA pada 2015 setelah mengikuti tes secara profesional oleh para penguji dari dosen Universitas Gajah Mada dan Universitas Indonesia. Waktu itu secara objektif mereka menilai dan akhirnya anak saya lulus seleksi dan berangkat,” katanya, seraya menambahkan ternyata tidak segampang membalik telapak tangan, biaya sekolah sudah dibayar tetapi uang saku tersendat-sendat.
Dua guru The MacDuffi sangat membantu, kata dia. “Terus sangat beruntung dan Tuhan itu baik,” kata cucu dari Silas Papare ini, karena masih saja ada orang di luar sana yang mau membantu. Kebetulan lanjut Yves bahwa ada dua guru mereka di Macduff Schooll sangat membantu selama belajar di Massachussett.
Dia menambahkan sejak sekolah di sana, masalah beasiswa sudah muncul kala itu, uang sekolah lancar-lancar saja dan baik tetapi uang saku waktu itu tidak terlalu baik.
“Tetapi mereka bernasib baik sebab guru guru di sekolah katolik itu sangat menyayangi mereka. Ini karena dong lihat bahwa anak-anak dari Melanesia Papua. Jadi ada rasa solidaritas dari beberapa guru terutama salah seorang kulit putih orang Irlandia tetapi suaminya orang Black American Tom Hill dan juga guru asal Kuba yang memelihara mereka saat uang saku tidak rutin datang kepada mereka,” katanya, seraya menambahkan mereka ada sebanyak delapan anak Papua yang sekolah katolik di The Mac Duff High Shooll.
Sejak itu 2015, lanjut Papare masalah beasiswa terutama uang saku sudah tersendat, saat Kepala Badan Pengembangan SDM Papua masih dijabat Gesem Gombo.
“Waktu itu ada soal uang saku mulai muncul tetapi guru-guru di sana sangat menyayangi mereka karena datang dengan polos dan masih kecil di negara adidaya,” katanya.
Ia menambahkan kalau dibandingkan dengan anak-anak sebaya mereka di Amerika Serikat, masih kecil dan belum dewasa jika memakai ukuran di sana.
“Sebenarnya usia mereka sama dengan anak-anak Amerika Serikat tetapi berbeda karena sudah jauh cara berpikir dan lebih dewasa, dalam mengambil keputusan dan berinteraksi,” kata Yves.
Hal inilah yang kata Papare membuat para guru bersimpati dan menerima mereka serta membantu dalam makan dan minum serta tidur di rumah guru Irlandia maupun guru asal Kuba itu.
”Dorang struggle karena tidak ada uang saku,”katanya.
Dia mengaku soal uang saku, waktu itu para orang tua sudah menghadap kepala Badan Pengembangan SDM Papua sebab mereka tidak menerima uang saku sampai setahun sedangkan uang sekolah langsung dibayar ke sekolah.
“Tahun tahun itu (2015-2018) uang sekolah dibayarkan lancar hanya saja uang saku yang hampir setahun tidak ditransfer,” kata Papare.
Numpang di keluarga Indonesia di Virginia USA
Setelah menamatkan sekolah di Massachusset anaknya langsung kuliah di George Mason University jurusan Global Affair pada 2020 di Virginia. Mengutip aso.gmu.edu menyebutkan bahwa Global Affair belajar menyelidiki bagaimana data satelit dan drone dapat mendukung konservasi yang berkeadilan social.
“Banyak suka duka yang dialami, putri saya selama kuliah,” kata Yves seraya menambahkan sejak 2018 terjadi pergantian pejabat yang mengurusi beasiswa sehingga ada pembayaran uang kuliah yang tersendat termasuk uang saku selama studi di sana.
“Terutama uang saku dan kuliah yang sangat tersendat bayarannya,” kata Yves Pierre Papare.
Dikatakan pembayaran dari Pemprov Papua melalui BPSDM ini khususnya uang saku ada yang tunai dan e-money yaitu dalam bentuk kartu, e-money ini sebesar 1000 US Dollar dan uang tunai sebesar 500 US Dollar.
”Jadi 1.000 dolar itu masuk dalam kartu gesek dipakai dalam lingkungan kampus mulai dari makan siang, laundri dan Wi-Fi serta asrama di dalam kampus,” katanya merinci penggunaan beasiswa sebesar US 15000 dolar itu. Dikatakan uang kuliah sempat tersendat termasuk uang saku sehingga menghambat dalam studi di sana.
“Saya sempat menyampaikan pesan kepada bapak Yunus Wenda sehingga sempat viral dan saya sempat dapat tekanan sehingga saya harus mengalah dan meminta maaf pada waktu itu,” katanya. Pada 2019-2021 sampai 2022 penyaluran beasiswa tersendat sehingga terpaksa harus keluar dari apartemen kampus dan tinggal di luar kampus. Akibatnya anak-anak itu dikeluarkan dari apartemen di kampus, dan beruntung di sana ada keluarga Indonesia di Virgina University George Mason.
“Anak saya dan Julia Kbarek keluar dari apartemen kampus karena beasiswa tidak lancar lagi,” katanya. Beruntung di Virginia ada keluarga Indonesia bernama Kusdarman dan istrinya perempuan Minahasa yang pernah kerja dengan mantan Menlu AS, Hilarry Clinton.
“Keluarga Kusdarman inilah yang memberikan tumpangan dan juga konsumsi bagi anak-anak Papua di Virginia setelah mereka bertemu di ibadah gereja dan juga mendengar curatan hati anak-anak Papua,” katanya.
Dia mengatakan kebetulan anak-anak bertemu keluarga Kusdarman di gereja Advent di Virginia dan sangat berjasa menolong anak-anak Papua meski mereka juga memiliki keluarga tetapi selalu memberikan bantuan terutama makan, minum dan menumpang tidur.
“Saya berterima kasih karena keluarga Kusdarman sangat berjasa dalam membantu dan menolong anak anak Papua di Virginia,” katanya. (*)
Discussion about this post