Jayapura, Jubi – Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Jayapura, Provinsi Papua, Jean Hendrik Rollo, mengatakan partisipasi kaum muda untuk menjadi petani masih rendah, karena dianggap tidak mampu menopang masa depan.
“Akses lahan dan modal yang terbatas, serta minimnya berbagai dukungan lain juga menjadi kendala sehingga anak muda kurang berminat menjadi petani,” ujar Rollo di Jayapura, Senin (16/4/2024).
Petani adalah orang yang melakukan budidaya tanaman mulai dari penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, sampai dengan memanennya langsung, yang bisa dijadikan untuk kebutuhan pribadi atau dijual ke pasar.
“Petani memiliki peran penting dalam perkembangan pertanian di Indonesia secara khusus di Kota Jayapura baik untuk kebutuhan pangan maupun industri sehingga dapat menopang perekonomian di bidang pertanian,” ujarya.
Namun, menurut Rollo lagi, peran penting tersebut membutuhkan sumber daya yang handal terutama generasi muda atau biasa disebut milenial agar bisa mengelola lahan pertanian dengan baik dan benar guna membantu kebutuhan pangan, seperti umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan beras.
“Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, dari 2.000 keluarga tani di ibukota Provinsi Papua ini, memperlihatkan rendahnya partisipasi kaum muda baik yang bekerja secara langsung ataupun yang membantu orang tua atau pihak lainnya,” ujarnya.
Menjadi petani salah satu pekerjaan berat, sehingga petani merasa jenuh termasuk mengurangi minat anak muda terjun langsung ke sawah dan kebun, bila tidak mengubah sistem pertanian menjadi lebih efisien.
“Petani hanya sebagian menggunakan teknologi dalam bertani. Hal ini menjadi upaya kami ke depan dengan menghadirkan alat-alat pertanian modern agar membangkitkan semangat anak muda untuk menjadi petani, ujarnya.
“Dengan menghadirkan pertanian yang efisien dapat mendorong minat dan ketertarikan anak muda untuk menjadi petani, karena gampang untuk dilakukan,” ujarnya.
Pada kelompok usia 18-24 tahun partisipasi kaum muda hanya 31 persen dan usia 25-31 tahun hanya 25 persen. Sisanya petani berusia di atas 40 tahun.
“Kita tahu bahwa petani yang ada di kota adalah justru petani yang hanya memanfaatkan lahan sekitaran rumahnya untuk sebagai pemenuhan kebutuhan saja untuk kehidupan keluarganya dan bukan untuk industri (petani home farming self),” ujarnya.
Generasi muda perlu didorong menjadi petani milenial dengan memanfaaatkan teknologi, karena bekerja lebih produktif, efisien, kreatif, dan berinovasi.
“Dulunya petani menggunakan cangkul tapi sekarang sudah menggunakan traktor roda dua untuk menggarap sawah, dulu tanam manual sekarang sudah menggunakan mesin,” ujarnya.
“Kami terus melakukan pelatihan dan pendampingan dan aktivitas pertanian serta meningkatkan sumberdaya petani agar bisa menjadi petani yang lebih baik lagi,” ujarnya.
Dikatakannya, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terhadap pentingnya menjadi petani, karena masih banyak sektor pertanian yang masih luas digarap anak muda.
“Keterbatasan lahan dan modal bukan menjadi kendala, asal memiliki kemauan pasti bisa menjadi sukses. Apalagi kebutuhan konsumsi pangan dari luar pulau masih sangat besar atau 65 persen. Petani sangat membantu ketersediaan pangan di kota ini,” jelasnya.
Masa depan pertanian terancam dengan semakin berkurangnya minat generasi muda untuk terjun di bidang pertanian, khususnya untuk pertanian pangan yang menjadi sumber kebutuhan harian masyarakat.
Selain itu, ditambah lagi merosotnya luas lahan (data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Jayapura dua hektar setiap tahun) garapan kepemilikan pribadi dinilai sebagai salah satu penyebab keengganan ini.
“Pembangunan desa akan sangat bergantung pada tenaga produktif, sehingga tak ada lagi generasi muda yang mau mengerjakan lahan maka kebutuhan pangan pasti akan disuplai dari luar daerah untuk memenuhi kebutuhan pangan di Kota Jayapura,” jelasnya.
Penjabat Wali Kota Jayapura, Frans Pekey mengatakan kesejahteraan petani harus diperhatikan salah satunya dengan menyediakan peralatan pertanian modern agar bisa meningkatkan hasil panen.
Bayangkan jika petani tidak ada lagi yang mau bertani, hanya karena kekurangan berbagai fasilitas untuk bertani dan jaminan yang tidak memuaskan, maka anak muda pasti beralih ke industri non pertanian, yang berdampak pada ketersediaan pangan,” kata Pekey..
Pemerintah Kota Jayapura dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan dana otonomi khusus mengalokasikan 10 persen untuk membantu mengembangkan pertanian, seperti pemberian bantuan peralatan pertanian modern (alsintan) dan bantuan pupuk.
“Saya berharap generasi petani mulai dari penggarapan lahan, proses produksi, dan agrobisnis menjadi salah satu faktor kunci untuk kemajuan dan modernisasi pertanian di Kota Jayapura,” ujarnya.
Salah satu petani sayur dan buah di Koya Barat, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua, Sugianto mengatakan anaknya memilih bekerja di supermarket dibanding bercocok tanam di sawah untuk membantunya.
“Alasannya karena petani belum bisa memberikan jaminan yang layak bagi kehidupannya, terlebih diusianya yang muda untuk memenuhi kebutuhannya baik sandang, pangan, dan pakaian sehingga dengan menghasilkan gaji setiap bulan dirasa bisa memenuhi kebutuhannya,” jelasnya.
Petani pangan khususnya padi seluas dua hektar di Jalan Abepura 1, Kelurahan Koya Barat ini, sudah 32 tahun menggeluti menjadi petani. Dalam rentan tersebut ia bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga lulus SMA.
“Anak-anak kalau bantu pas hari libur saja. Kalau waktu masih sekolah mereka bantu-bantu juga tapi kalau matahari sudah pasti langsung berhenti. Saya juga motivasi mereka agar menjadi petani walaupun bukan pekerjaan utama,” katanya sambil tertawa.
Sugianto berharap anak-anaknya dapat melanjutkan pekerjaannya sebagai petani bukan menjual lahan agar bisa memenuhi kebutuhannya tapi dengan menggarap lahan pertanian sebagai sumber perekonomian utama. (*)
Discussion about this post