Sentani, Jubi – Tenaga guru honorer di Kabupaten Jayapura yang telah puluhan tahun mengabdi, menggantungkan harapan terakhirnya pada formasi penerimaan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2019. Kabupaten Jayapura mendapat kuota sebanyak seribuan formasi.
Salah satu tenaga guru honorer, Loisa Wally yang telah mengabdi 33 tahun sebagai guru di Kampung Harapan dan Kampung Nendali Distrik Sentani Timur mengatakan, mestinya ini tahun terakhirnya mengabdi sebagai tenaga honor dan selanjutnya ikut tes CASN yang sedang dilaksanakan saat ini.
“Nama tidak terdata atau terdaftar pada kuota 817 peserta yang sedang mengikuti tes saat ini,” ujar Loisa saat ditemui di Kantor Bupati Jayapura, Senin (25/9/2023).
Loisa menyelesaikan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Teruna Bakti pada 1989. Setahun setelah lulus SPG, pada 1 januari 1990 mulai mengajar di SD Inpres Kampung Harapan Distrik Sentani Timur. Menjadi guru honor di SD Inpres Kampung Harapan lantaran, guru yang berstatus ASN sebagian besar sedang mengikuti pendidikan di Universitas Terbuka (UT) di salah satu sekolah di Kota Sentani.
“Pada 2008 dipindahkan ke SD di kampung nendali hingga saat ini saya bekerja dengan status honor selama 33 tahun,” ujarnya.
Status kerja sebagai honor, kata Loisa, sejak usia muda hingga saat ini sudah punya cucu dan dua warna rambut di kepala. Datang ke sekolah lebih awal sebelum para guru ASN tiba di sekolah. Hal itu dia lakoni selama puluhan tahun.
Honornya hanya sebesar 250 ribu. bisa lebih ketika ada dana BOS yang cair.
“Kita sudah bertemu dengan penjabat Bupati Jayapura dan beliau suruh kami mencatat nama-nama yang tidak ada dalam kuota 817 orang yang saat ini ikut tes,” jelasnya.
Jika saat ini, lanjut Loisa, dari nama-nama yang kita tulis ini dan diakomodir untuk mengikuti tes CASN maka ini adalah anugerah bagi dirinya dan seluruh teman-teman sesama honorer.”Tetapi jika tidak diakomodir untuk mengikuti tes CASN maka dengan berat hati serta rasa kecewa yang begitu dalam, saya akan meninggalkan sekolah dan kembali lagi sebagai ibu rumah tangga bersama keluarga saya di rumah,” katanya.
Loisa juga berpesan kepada para pejabat daerah, agar dalam kehidupannya selalu takut akan Tuhan. Bekerja selalu mengutamakan kejujuran serta tidak pilih kasih. “Yang lebih sakit adalah, ketika mereka yang sama sekali tidak nampak atau hadir bekerja bahkan bukan bagian dari status pekerja honor, bisa diterima dan lolos ikut tes CPNS, dimana keadilan bagi kami,” katanya.
Tenaga honorer lainnya, Foni Imelda Marangkrena yang bekerja 18 tahun di Distrik Depapre menambahkan, para pejabat daerah adalah anak-anak asli Papua, tetapi keberpihakan mereka terhadap tenaga honorer sama sekali tidak terlihat.
Bahkan menurutnya, yang terjadi adalah nepotisme secara masif dan terstruktur. Tidak punya rasa malu bahkan rasa iba dan kemanusiaan terhadap mereka yang mengabdi belasan hingga puluhan tahun dengan status honorer.
Dia lantas mengutip apa yang sudah dinubuatkan di dalam kitab suci; apa yang kita tabur dan tanam saat ini, entah itu kebaikan maupun yang tidak baik. Hal itu juga yang akan kita tuai di kemudian hari.
“Ini pasti terjadi, suatu saat nanti, anak-anak mereka (pejabat) akan merasakan seperti apa yang kita rasakan saat ini. Ini bukan kutukan, tetapi mengikuti apa yang sudah ditulis dalam Alkitab,” katanya. (*)