Jayapura, Jubi – Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengurus Daerah atau IAGI Papua menyebut gempa bumi yang mengguncang Kota dan Kabupaten Jayapura pada Senin (4/1/2023) akibat dari pergerakan lempeng dan pergerakan sesar.
“Gempa bumi akibat pergerakan lempeng di bagian utara Jayapura, yang merupakan Samudera Pasifik sering terjadi, karena terdapat pertemuan Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik,” ujar Ketua IAGI Papua, Robert Awi, di Jayapura, Jumat (6/1/2023).
Gempa dengan magnitudo 4.9 skala Richter pada pukul 03.24 Waktu Papua, dengan episenter sekitar 7 km di sebelah utara pusat Kota Jayapura dengan kedalaman 10 km dari permukaan bumi.
Berdasarkan data yang dirilis BMKG, guncangan akibat gempa bumi Kota dan Kabupaten Jayapura adalah IV โ V Skala MMI (guncangan ringan – sedang).
“Setelah gempa bumi tersebut kemudian muncul gempa bumi susulan di sekitarnya yang sebagian besar hanya bisa dirasakan oleh alat rekam seismik,” ujarnya.
Robert Awi yang juga menjabat sebagai Kadisperindagkop dan UKM Kota Jayapura mengatakan secara umum gempa bumi di Indonesia merupakan hasil pelepasan energi dari pergerakan lempeng dan pergerakan sesar maupun dari aktivitas gunung api.
“Untuk gempa bumi akibat pergerakan sesar dapat terjadi jika terjadi pergeseran batuan pada bidang gesernya. Gempa bumi ini sering terjadi di Pulau Sumatera, Pulau Jawa-Bali, dan Pulau Sulawesi, dan biasanya menimbulkan kerusakan, karena pusat gempa bumi berada dekat dengan permukaan,” ujarnya.
Gempa bumi di Kota dan Kabupaten Jayapura dinilai termasuk dalam kategori dangkal, karena kedalamannya kurang dari 50 km.
“Jika melihat dari kedalaman dan posisi titik gempa bumi yang dekat permukaan dan berada di dekat daratan, bisa diasumsikan bahwa gempa bumi terjadi akibat pergerakan sesar,” ujarnya.
โTetapi jika dilihat dari sejarah gempa bumi yang berada di Jayapura dan sekitarnya, lanjutnya, sebagian besar berada pada kategori gempa bumi dangkal,” imbuhnya.
Bahkan, lanjutnya, gempa bumi merusak yang tercatat di Sentani, Kabupaten Jayapura, pada tahun 1979 merupakan gempa bumi dangkal yang berdampak pada kerusakan bangunan.
“Untuk memastikan sumber gempa bumi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang mekanisme vokal gempa bumi yang terjadi, sejarah gempa bumi merusak, pemetaan sesar aktif dan metode geodetik untuk melihat pergerakan relatif suatu titik/daerah,” ujarnya.
Jika gempa bumi hanya merupakan getaran, lanjutnya, maka gempa bumi tersebut terjadi pada daerah dengan kepadatan penduduk tinggi, maka dampaknya akan sangat terlihat, mulai dari kepanikan ketika terjadi guncangan hingga dampak kerusakan yang dapat ditimbulkan akibat guncangan tersebut.
“Karena gempa bumi tidak dapat diprediksi kemunculannya, sehingga upaya mitigasi bencana untuk mengurangi dampak gempa bumi sangat perlu dilakukan saat ini mengingat psikologis warga Kota Jayapura dan sekitarnya sangat terganggu dgn gempa bumi yang hampir tiap hari dirasakan getarannya,” ujarnya.
Sekretaris IAGI Pengda Papua, Marcelino Yonas, mengatakan pihaknya bekerjasama dengan Pusat Studi Sumberdaya Geologi Uncen Jayapura akan menyelenggarakan seminar online bertemakan Fenomena Gempa Bumi Jayapura, Sabtu (7/1/2023) pukul 4 sore Waktu Papua.
“MEETING ID:99409777158 PASSCODE UNCEN. Seminar online ini, menghadirkan akademisi dari ITB, Deputi Bidang Geofisika BMKG, dan Penjabat Wali Kota Jayapura, yang akan memberikan pencerahan bagi warga Kota Jayapura tentang gempa bumi di Jayapura dan upaya mitigasi,” ujarnya.
Marcelino yang juga Ketua Pusat Studi Sumberdaya Geologi Uncen Jayapura mengatakan tetap mendukung pemerintah kota melalui riset-riset terkait kebencanaan geologi dan mendukung upaya mitigasi bencana geologi.
“Melalui sosialisasi di sekolah dan kampus di wilayah Kota Jayapura guna memberikan edukasi mulai dari SMA dan perguruan tinggi tentang bencana geologi di Papua, khususnya Kota Jayapura,โ pungkasnya. (*)