Sentani, Jubi – Festival Baku Timba atau Baku Timba Fest 2023 yang digelar Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Jayapura bekerjasama dengan Octow Entertainment selaku penggagas festival kuliner tersebut menuai banyak protes dari publik atau masyarakat.
Sejumlah komentar publik atau netizen mengaku kecewa lantaran kurangnya keterlibatan pelaku UMKM orang asli Papua (OAP). Ada juga yang mempersoalkan banyak festival digelar namun usai pelaksanaan kegiatan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Hal ini dianggap sebagai kegiatan seremonial sesaat saja.
Terkait hal tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jayapura, Hana Hikoyabi, menjelaskan bahwa kegiatan festival itu dibuka luas untuk umum dan tidak ada batasan harus dari kelompok (UMKM) tertentu.
Hana juga mengatakan selain untuk umum, Festival Baku Timba ini dilakukan untuk membuka peluang usaha bagi pelaku UMKM orang asli Papua.
“Ini pangsa pasar, mari datang dan buktikan bahwa kita juga bisa bersaing dengan orang lain. Mari coba dan mulai agar bisa bertumbuh. Biar sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit, dan akhirnya bisa berkembang,” ujar Mama Sekda, sapaan akrabnya, saat ditemui di Kantor Bupati Jayapura, Gunung Merah, Sentani, Senin (28/8/2023).
Menurutnya, dalam Festival Baku Timba 2023 ini, ada pengusaha orang asli P yang menyewa tenda untuk berjualan. Sekalipun minim, tetapi ada yang sudah mengikuti sejak hari pertama pembukaan festival ini.
“Mereka hadir untuk memicu agar yang lain bisa mengikuti jejaknya dan termotivasi. Ada sekitar 10 pengusaha. Itu kan sudah luar biasa toh. Contohnya, banyak yang antre beli alpukat kocok, ada yang antre beli papeda panas, ada yang antre beli kopi Grimenawa, dan yang jual itukan OAP. Mestinya kita bangga, yang suka bicara-bicara di luar sana wajib datang, dan jangan hanya bicara-bicara di luar sana. Tapi, datang dan buktikan sendiri,” ujarnya.
Berdasarkan laporan, kata Hikoyabi, uang yang berputar pada Baku Timba Fest 2023 tembus angka Rp200 juta lebih. Artinya bahwa setiap tenda yang berjualan di festival tersebut ada yang mendapat pemasukan setiap malam mencapi Rp1 juta bahkan lebih.
“Ada tujuh hari ke depan, pasti akan lebih banyak pendapatan atau pemasukan yang diperoleh,” kata Hana Hikoyabi.
“Ini hanya duduk-duduk saja uang datang sendiri, Jadi, kembangkan kam [kalian] punya keahlian untuk menjual produk sendiri,” katanya.
Seorang pengusaha asli Papua, Rosmina Demotekai, yang berjualan aneka kripik dari bahan baku pisang, mengatakan penjualan hari pertama mendapat pemasukan sebesar Rp1 juta. Pada malam kedua mendapat Rp1,5 juta dan hari ketiga Rp1 juta.
“Acara festival seperti ini adalah tempat dimana kita bisa menjual produk kita dalam jumlah yang banyak. Selain promosi, kita juga bisa meyakinkan para pembeli terhadap produk kita yang dijual ini, dikemas, dan diproduksi tanpa dukungan dari pihak manapun. Artinya, kemandirian kita dalam berusaha juga menjadi hal yang patut diperhitungkan. Tidak hanya pengusaha dari luar saja yang bisa, kita pengusaha lokal juga bisa,” katanya. (*)