Jayapura, Jubi – Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua, Vera AP Wanda, ST, M.Si, mengatakan jika hasil penelitian Studi (Nilai) Ekonomi Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan Komunitas Masyarakat Adat di Lima Kampung di Kabupaten Jayapura bisa menjadi bagian dari masukan dalam implementasi mimpi Papua 100 tahun ke depan sesuai dengan buku saku visi dan misi soal masa depan Papua.
“Paling tidak kita sudah harus mengubah hal-hal selama ini tidak sesuai karena masalah utama adalah bagaimana standing stock sumber daya alam kita, karena fakta hari masih terjadi kekurangan air bersih. Rumah saya di Tanjung Ria, Base G saja sulit air minum dan mendapat giliran mengalir seminggu tiga kali,” kata Vera Wanda dalam focus group discussion (FGD) berjudul Keragaan Ekonomi Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan Masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura, Papua, Selasa (25/7/2023), di salah satu hotel di Sentani, Kabupaten Jayapura.
Lebih lanjut kata Vera Wanda, studi yang dilakukan WWF Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Strategi Konservasi Indonesia (CSF), dan Masyarakat Adat untuk Valuasi Ekonomi Masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura, bisa menjadi masukan bagi perencanaan ke depan.
“Saya melihat hal ini penting untuk bagaimana kita mewariskan masa depan yang baik bagi anak cucu kita dengan sumber daya alam yang masih tetap terjaga dan terpelihara,” kata insinyur elektro alumni Universitas Gajah Mada itu.
Hal senada juga dikatakan Mubariq Ahmad, salah seorang peneliti ekonomi lingkungan dan Direktur Conservation Strategy Fund, bahwa studi ini diharapkab agar teman-teman di pemerintah (Bappeda) dan juga di DPRD sebagai masukan untuk membuat program menjadi konkret dan terkait dengan kehidupan masyarakat.
“Studi ini juga menjelaskan bahwa terlihat tidak adanya integrasi antara masyarakat adat dan pelaku ekonomi mainstream. Oleh karena itu bagaimana sekarang kita membangun integrasi antara masyarakat adat dan ekonomi mainstream saling terkoneksi,” kata Mubariq Ahmad di sela-sela FGD tersebut.
Dikatakan bahwa masalah lainnya adalah penyediaan infrastruktur bagi kelancaran hasil pertanian dari masyarakat adat.
“Sedangkan bagi teman-teman advokasi dan NGO, perlu dicari mekanisme dalam membangun materi advokasinya secara konkret dan targetnya itu dan kepada masyarakat adat,” katanya seraya menambahkan bahwa dengan adanya informasi hasil studi ini tentunya memberikan kesadaran kepada masyarakat adat soal pentingnya menjaga sumber daya alam termasuk kepemilikan tanah adat.
Y. Watofa, aktivis lingkungan dan staf dari Yayasan Intsia Papua, mengakui kalau valuasi ekonomi bagi masyarakat penting agar mereka juga mengetahui bahwa ada manfaat langsung dan juga tidak langung dalam aktivitas kehidupan mereka.
“Misalnya, masyarakat di sungai Mamberamo punya nilai ekonomi yang tinggi dalam mencari dan menangkap ikan kakap hitam. Ikan kakap hitam ini akan tetap terjaga dan terpelihara selama kearifan lokalnya terjaga. Jika tidak, akan merugikan bahkan mengorbankan masyarakat itu sendiri,” kata mantan peneliti Conservation International Indonesia itu.
Hasil studi berjudul Keragaan Ekonomi Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan Masyarakat Adat Kabupaten Jayapura ini merupakan kerja sama WWF Indonesia dengan Yayasan Strategi Konservasi (CSF) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara.
Penelitian yang dilakukan ini meliputi lima kampung di Kabupaten Jayapura, yakni Kampung Sawesuma Distrik Unurumguay, Kampung Rephang Muaif Distrik Nimbokrang, Kampung Soaib Distrik Kemtuk, Kampung Nendali Distrik Sentani Timur, dan Kampung Yoboi Distrik Sentani. (*)