Wamena, Jubi – Pemerintah Kabupaten Jayawijaya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Yayasan Bina Adat Walesi, dan Samdana menggelar lokakarya pemetaan wilayah adat di Aula Hotel Gran Sartika, Jl Bhayangkara, Kota Wamena, pada Rabu (9/10/2024).
Lokakarya ini bertujuan untuk mempublikasikan hasil pemetaan wilayah adat di Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan.
PJ Bupati Jayawijaya, Thony Mayor, dalam sambutannya menekankan pentingnya pemetaan wilayah adat untuk melindungi hak-hak masyarakat adat.
“Proses pemetaan ini harus dilakukan sampai tuntas, hingga peraturan daerah yang melindungi hak-hak masyarakat adat ditetapkan,” ujarnya.
Mayor juga menekankan pentingnya generasi muda memahami batas-batas wilayah adat dan hak ulayat. “Sebagian besar generasi muda kita bersekolah di luar Kabupaten Jayawijaya, sehingga perlu ada dokumen pemetaan wilayah adat yang jelas,” tambahnya.
Ia berharap pemetaan ini dapat membantu menyelesaikan persoalan yang mungkin timbul di masa depan tanpa adanya konflik.
“Dengan pemetaan yang jelas, kita bisa berkomunikasi dengan baik saat menghadapi masalah,” katanya.
Kepala BAPPEDA, Ludya Logo, membuka sambutannya dengan kutipan, “Tanah adalah identitas diri orang Papua.”
Ia menjelaskan bahwa tanah adalah identitas bagi tiga suku besar di Papua Pegunungan, yaitu Suku Ubula, Suku Lanny, dan Suku Yali.
Logo menyebutkan bahwa kegiatan pemetaan wilayah adat dimulai pada tahun 2022 oleh Yayasan Bina Adat Walesi, yang berhasil memetakan 19 wilayah adat. “Pada tahun anggaran 2023, pemetaan dilakukan di enam distrik, dan hasil diskusi menyimpulkan bahwa Distrik Wame masuk dalam wilayah adat Mulyama. Akhirnya, kami mendapatkan tiga wilayah adat, yaitu Gobalimo, Bogola, dan Gutagi, yang masuk dalam Suku Lanny,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan rencana untuk pemetaan Distrik Trikora pada tahun anggaran 2024. “Dari 40 distrik di Kabupaten Jayawijaya, kami anggap pemetaan wilayah adat sudah mencapai 90 persen, tinggal satu distrik, yaitu Trikora,” tambah Logo.
Logo mengucapkan terima kasih kepada Laurens Lani, Kornelis Wanggai, dan para pemerhati adat lainnya.
“Kegiatan hari ini akan menjadi dokumentasi perjuangan kami untuk generasi mendatang,” katanya.
Yosia Kamba, perwakilan tiga wilayah adat Gobalimo, Bogola, dan Gutagi, menekankan pentingnya pengesahan peraturan daerah terkait pemetaan wilayah adat.
“Siapapun tidak boleh mewakili ketiga wilayah adat tersebut, baik itu DPR, MRP, Non-OAP, maupun orang asli Papua dari wilayah adat lain,” tegas Kamba.
Laurens Lani, pemimpin Yayasan Bina Adat Walesi, menyatakan bahwa tanah tidak dapat diperbanyak tanpa seizin Tuhan, sehingga pemetaan wilayah adat harus melibatkan masyarakat adat secara langsung.
Acara ini ditandai dengan penyerahan peta tiga wilayah adat kepada PJ Bupati Jayawijaya sebagai simbol selesainya pemetaan. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!