Jayapura, Jubi – Komite Nasional Papua Barat atau KNPB wilayah Balim/Wamena, Selasa (15/8/2023) turut memperingati hari lahirnya New York Agreement 15 Agustus 1962 dan Hari Rasisme bagi bangsa Papua Barat di Sekretariat KNPB wilayah Balim/Wamena.
Ketua KNPB wilayah Balim/Wamena, Mardi Hiluka dalam siaran pers yang diterima Jubi, Rabu (16/8/2023), mengatakan genap 61 tahun persetujuan New York dilahirkan oleh Indonesia dan Belanda karena sengketa wilayah Papua Barat.
Persetujuan itu merupakan resolusi konflik yang diterima oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam penanganan kasus wilayah Papua Barat. Persetujuan itu dipandang oleh PBB sebagai jalan tengah penyelesaian konflik kedua negara yakni Indonesia dan Belanda.
“Akan tetapi persetujuan itu sendiri melahirkan malapetaka bagi bangsa Papua Barat, sejak administrasi wilayah Papua Barat jatuh ke tangan Indonesia sesuai persetujuan itu,” kata Hiluka.
Menurutnya, New York Agreement adalah naskah persetujuan yang dibuat oleh Amerika untuk mengamankan kepentingan politik ekonomi dunia di Papua melalui Indonesia.
Persetujuan itu terpaksa ditandatangani oleh Belanda karena Indonesia memainkan konspirasinya melalui politik bebas aktifnya bersekutu dengan negara-negara komunis sehingga Belanda yang adalah block Barat dibujuk oleh Amerika untuk menyerahkan wilayah Nederland New Guinea/ Papua Barat ke Indonesia untuk meredam konflik kedua block.
“Dan secara keseluruhan dari proses yang terjadi saat itu, hampir semua orang Papua Barat sudah tahu, maka tidak perlu lagi dijelaskan secara detail,” katanya.
Untuk itu, katanya, rakyat bangsa Papua Barat di wilayah Balim/Wamena menuntut agar Indonesia, Amerika dan Belanda bertanggung jawab atas perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962.
Selain itu, negara Indonesia diminta berhenti melakukan kriminalisasi terhadap aktivis kemanusiaan di seluruh Tanah Papua, serta bertanggung jawab atas pelanggan HAM berat di Papua sejak Papua dianeksasi ke dalam NKRI.
“NKRI segera buka akses jurnalis dan tim pencari fakta pelanggaran HAM internasional untuk masuk meliput di Papua Barat, dan juga kami minta Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan segera berhenti paksakan membangun Kantor Gubernur di wilayah Balim/Wamena dengan alasan apa pun,” katanya. (*)