Sentani, Jubi – Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) Kabupaten Jayapura yang melakukan pemetaan wilayah adat sejak 2016 lalu, saat ini telah menyelesaikan pemetaan sejumlah wilayah adat yang tersebar di Wilayah Pembangunan 2, 3, dan 4. Sementara untuk Wilayah Pembangunan 1 masih dalam proses pemetaan.
Ketua GTMA Kabupaten Jayapura, Elphyna Situmorang mengatakan hasil dari pemetaan wilayah adat ini, datanya akan diinput melalui aplikasi Komunikasi Informasi tentang geospasial.
Selama pemetaan wilayah adat di Kabupaten Jayapura ini, GTMA juga bekerja sama dengan sejumlah NGO dan LSM yang memiliki program terkait pengembangan wilayah masyarakat adat.
“Dari perjalanan lalu, memang banyak kendala sehingga proses kegiatan banyak terhambat. Baru beberapa waktu ini kami secara maraton mulai menyelesaikan pemetaan di setiap wilayah pembangunan, dan saat ini tersisa Wilayah Pembangunan 1,” ujar Elphyna di Sekretariat GTMA, kompleks Perkantoran Bupati, Gunung Merah Sentani, Jumat (20/5/2022).
Dikatakan, hasil pemetaan wilayah adat akan didorong kepada Kementerian ATR/BPN agar disertifikasi. Masyarakat selaku pemilik hak ulayat yang termuat dalam peta wilayah adatnya, akan mendapatkan sertifikat komunal. Oleh sebab itu, proses pemetaan wilayah adat yang sedang berjalan ini ditargetkan rampung sebelum Oktober 2022 mendatang.
“Di dalam satu peta wilayah adat, tidak hanya menjelaskan soal luas tanah atau batas-batas tanah. Peta ini juga menjelaskan seluruh potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh masyarakat adat di wilayah adatnya masing-masing,” jelasnya.
Dirinya sangat berharap kerja sama semua pihak, terutama masyarakat adat di kampung agar semua proses pengukuran, pengumpulan data, serta proses penyelesaian masalah bisa berjalan dengan baik hingga selesai.
Kendala yang sering kali terjadi adalah penyelesaian konflik atau masalah atas pengakuan terhadap hak ulayat. Sejauh ini, proses-proses penyelesaian secara kekeluaragaan dapat berjalan dengan baik hingga tuntas.
“Kepemilikan sertifikat komunal ini sangat penting, karena ketika ada investor yang akan masuk dan hendak mengelola potensi sumber daya alam milik masyarakat, maka sertifikat ini menjadi jaminan bahwa semua aktivitas yang dilakukan di kampung harus berdampak positif bagi kedua belah pihak,” ucapnya.
Sementara itu, Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw mengatakan pemetaan wilayah adat yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura melalui GTMA, berjalan secara perlahan. Sebab turun ke lapangan tidak mudah, tanpa ada dukungan kuat dari masyarakat.
“Pemetaan wilayah adat ini barang baru bagi masyarakat kita, bertahun-tahun masyarakat adat hidup dalam sejarah yang tersirat dari zaman nenek moyang hingga saat ini. Dan hal tersebut tidak banyak menolong masyarakat kita sebagai pemilik hak ulayat, ketika terbentur dengan proses hukum,” kata Awoitauw.
Pemetaan wilayah adat adalah bagian dari implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus), yang saat ini menjadi problem semua masyarakat di Papua.
“Program kampung adat dan pemetaan wilayah adat adalah dua instrumen yang saling berkolaborasi dalam tujuan, dan dasar dari lahirnya UU Otsus itu. Pemberdayaan serta proteksi kepada keberadaan masyarakat asli Papua, dan ini baru dilaksanakan di Kabupaten Jayapura,” ujarnya. (*)
Discussion about this post