Jayapira, Jubi – Pembangunan sektor ketenagakerjaan di Papua dihadapkan pada sejumlah tantangan di tengah bonus demografi dan melimpahnya usia produktif.
Kualitas pekerja, daya saing, serta produktivitas tenaga kerja di 29 kabupaten dan kota di provinsi Papua induk, sebelum penerapan DOB, menjadi topik yang disoroti dalam Webinar Edukasi Statistik bertajuk ‘Pengangguran dan Tantangan Pembangunan Ketenagakerjaan di Provinsi Papua’ pada Jumat (19/4/2024).
Fransiska Engeline Moko, Statistisi Ahli Muda BPS Papua, yang menjadi narasumber webinar tersebut mengemukakan lima tantangan pembangunan sektor ketenagakerjaan di Papua.
Pertama, bonus demografi yang sudah ada di depan mata. Kedua, melimpahnya usia produktif tetapi kualitas pekerja rendah. Ketiga, tingginya pekerja informal. Menurut Engeline Moko yang akrab disapa Imo, sektor-sektor informal ini menjadi isu di Papua, karena sekalipun tenaga kerja itu bekerja, tetapi tidak memberikan output ekonomi yakni produksi barang dan jasa pada waktu tertentu.
“Pengangguran kita di Papua rendah, terutama orang-orang di wilayah pegunungan. Kenapa? Karena orang-orang pegunungan mayoritas bekerja sebagai pekerja keluarga tak dibayar. Mereka yang [dianggap] produktivitasnya rendah, tidak memberikan output untuk kegiatan ekonomi, tetapi dikategorikan bekerja,” kata Imo.
Tantangan keempat adalah pengangguran terdidik. Survei Sakernas pada Agustus 2023 menunjukkan angka pengangguran tertinggi ada pada jenjang berpendidikan menengah dan tinggi.
“Orang yang sudah selesai sekolah, berkompeten untuk ada dalam kegiatan ekonomi, tetapi tidak mendapatkan pekerjaan, entah itu mereka menunda atau lapangan kerja yang tidak tersedia dan alasan lainnya,” ujar Imo.
Tantangan kelima adalah penganggur muda, di mana share penganggur muda masih cukup besar terhadap angkatan kerja di Papua.
Menjawab tantangan tersebut, Fransiska Moko menyebutkan ada beberapa upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja.
Salah satunya melalui nawa kerja ketenagakerjaan. Nawa kerja adalah 9 program ketenagakerjaan yang dijalankan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Republik Indonesia.
Fransiska Moko mengatakan, pemerintah bersinergi dengan swasta untuk meningkatkan kualitas SDM melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh swasta.
“Kenapa swasta? Karena penyelenggara swasta ini sangat memiliki koneksi yang baik dengan sektor industri. Harapannya, orang-orang yang dilatih oleh pihak swasta dapat berkesempatan bekerja di sektor tersebut,” katanya.
Pemerintah juga memperkuat sektor industri. “Tadi saya dengar juga di radio, Presiden Jokowi meminta Apple membangun pabriknya di Indonesia. Hal seperti itu yang digiatkan oleh pemerintah, menarik investor untuk membangun industrinya di sini sehingga dapat menyerap tenaga kerja,” katanya.
Selanjutnya, upaya regulasi, yaitu menciptakan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Tujuannya adalah agar orang-orang yang berkompetensi semakin bermutu dan mutunya diakui di luar negeri, utamanya negara ASEAN.
“Karena selama ini orang-orang yang memiliki kompetensi, tapi kompetensinya itu tidak standar dengan syarat-syarat negara atau pemberi kerja dari negara ASEAN, akhirnya pekerja Indonesia diupah rendah,” katanya.
Ada juga Balai Latihan Kerja yang memberikan pelatihan untuk orang-orang muda agar mereka bisa berusaha sendiri menciptakan lapangan pekerjaan.
Lalu, ada jaminan sosial melalui BPJS dan Kartu Prakerja yang bertujuan meningkatkan kompetensi dan keterampilan, serta kesejahteraan pekerja. Terakhir, UMKM juga menjadi salah satu cara yang relatif mudah untuk diciptakan atau menyerap tenaga kerja.
“UMKM bisa menyerap tenaga kerja dan menyasar orang-orang yang membutuhkan pekerjaan dan mampu untuk berusaha,” kata Imo.
Terlepas upaya dan program ketenagakerjaan nasional, Fransiska Engeline Moko di akhir pemaparannya menekankan kembali tantangan utama sektor ketenagakerjaan di Papua.
“Apakah kualitas pekerjanya siap bersaing atau mampu berada di dalam sektor-sektor yang memiliki produktivitas yang tinggi? Itulah menurut saya yang menjadi tantangan kita di Provinsi Papua yang erat kaitannya dengan kualitas pendidikan,” ujarnya.(*)
Discussion about this post