Manokwari, Jubi – Kasus dugaan pemalsuan dokumen penerimaan calon pegawai negeri – CPNS di Papua Barat terus bergulir, Polisi kini menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Meski demikian para tersangka hingga saat ini belum dilakukan penahanan. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Barat Kombes Pol Novia Jaya membenarkan hal itu ketika dikonfirmasi, Kamis (21/9/2023).
“Iya, sudah sembilan tersangka dari sebelumnya 8 orang, satu diantaranya telah terpenuhi dua alat bukti hingga dinaikan statusnya dari saksi jadi tersangka, para tersangka koperatif saat kita panggil,” kata Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Novia Jaya.
Para tersangka di antaranya YH, BH, RR, RW, SK, TA, SH, IY dan DT. Para tersangka hingga saat ini belum dilakukan penahanan karena pertimbangan subjektif penyidik.
“Memang berkas sudah mencapai 80 persen, namun perkara ini masih membutuhkan banyak alat bukti, kita perlu waktu untuk mencari,” katanya.
Dia mengatakan pemalsuan dokumen berdasarkan alat bukti penyidik kemudian melakukan pemeriksaan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
“Bahkan tidak menutup kemungkinan kita akan melakukan pemeriksaan terhadap dirjen Dukcapil karena ada surat dari Capil Manokwari mengenai data kependudukan,” katanya.
Alasan Tersangka Belum Ditahan
Penahanan terhadap tersangka dalam sebuah perkara hukum telah diatur dalam pasal 21 Ayat (4) KUHP hanya dilakukan apabila tindak pidana yang dilakukan diancam pidana lima tahun atau lebih.
Dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen CPNS di Pemprov Papua Barat, penyidik Ditreskrimum Polda menerapkan pasal 263 dan Pasal 266 KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun Penjara.
“Memang ancaman hukuman dalam pasal itu kan lebih dari lima tahun tetapi pertimbangan kami beberapa berkas serta saksi perlu dicari lagi sehingga butuh waktu, misalnya kita sedang fokus di Dukcapil tidak menutup kemungkinan kita akan lakukan pemeriksaan terhadap dirjen Capil karna ada surat yang dikirim dari Capil ke Dirjen Dukcapil, setidaknya sebagai saksi ahli,” ucapnya.
Selain itu kata dia alasan lain terkait para tersangka belum ditahan, karena masa penahanan di Kepolisian terbatas sehingga selama mereka kooperatif tidak jadi masalah, hal itu agar ketika prosesnya dilimpahkan tidak akan ada lagi pengurangan masa tahanan saat putusan di pengadilan.
“Kalau kita tahan sekarang lalu berkasnya belum lengkap sementara masa tahanan terus berjalan maka secara otomatis mereka keluar demi hukum,” katanya.
Pada tingkat penyidikan masa penahanan tersangka 20 Hari dan diperpanjang paling lama 40 Hari, selain itu pada tingkat penuntutan di Jaksa penuntut umum lama penahanan tersangka 20 Hari kendati diperpanjang maksimal 30 Hari dengan total keseluruhan 90 Hari penahanan dalam proses penyidikan hingga penuntutan.
“Pelimpahan tahap satu masih menunggu berkas dilengkapi dulu, intinya kita ingin secepatnya sebab setelah ini nanti kita akan buat resume barang bukti sudah cukup baru kita limpahkan,” tuturnya.
Duduk Perkara Dugaan Pemalsuan Dokumen
Dugaan Pemalsuan dokumen para tenaga honorer yang jadi Calon Pegawai Negeri CPNS yang saat ini telah menerima SK ASN timbul ketika Pemerintah membuka seleksi Calon Pegawai Negeri untuk kuota Tahun 2018 yang dibuka pada Tahun 2021.
Pemerintah saat itu membuka formasi umum yang hanya dikhususkan kepada tenaga honorer yang mengabdi sejak awal Irian Jaya Barat kini Papua Barat terbentuk. Sebanyak 1.283 tenaga honorer mengikuti seleksi hanya saja ada pembatasan sehingga dibagi menjadi dua kelompok, usia 35 Tahun ke bawah dinyatakan lolos CPNS dengan jumlah total 771 orang. Sedangkan usia diatas 35 Tahun diarahkan untuk mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian kerja atau PPPK yang berjumlah 512 orang.
“Selain ada yang merubah umur, kan penerimaan CPNS ini formasi khusus bagi mereka yang mengabdi sebagai honor selama ini. Syarat mendaftar sebagai CPNS kan punya SK Honorer,” ucapnya. (*)