Jayapura, Jubi – Marga Moifilit dan Kalapain sub suku Moi Maya di Distrik Salawati Tengah, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, menolak kehadiran PT Pesona Karya Alam atau PT PKA. Perusahaan ini bergerak di bidang usaha perkebunan kelapa dalam, yang akan beroperasi dan menanam sawit di tanah ulayat milik dua marga tersebut.
Tetua marga Moifilit, Obaja Moifilit mengatakan, kedua marga ini juga menolak aktivitas perusahaan-perusahaan lainnya, yang beroperasi di tanah ulayat marga Moifilit dan Kalapain. Aktivitas perusahaan-perusahaan ditolak, karena menjadi ancaman serius bagi kehidupan sosial masyarakat adat setempat.
“Perusahaan akan menyebabkan hilangnya hutan dan keanekaragaman hayati di wilayah adat kami yang menyimpan habitat, jenis tumbuhan obat-obatan tradisional, rumah bagi jenis burung, mamalia dan reptilia. Serta sumber kehidupan bagi kami masyarakat adat,” kata Obaja Moifilit melalui pesan singkat yang diterima Jubi di Kota Jayapura, Provinsi Papua, Kamis (11/7/2024).
Menurut Obaja Moifilit perwakilan PT PKA sudah hampir sebulan melakukan pendekatan dengan berbagai upaya, untuk mendapatkan persetujuan dari kedua marga. Namun, marga Moifilit dan Kalapain tetap bersikukuh menolak kehadiran perusahaan tersebut.
Obaja Moifilit menjelaskan alasan kedua marga menolak perusahaan itu, karena sebelumnya sudah ada PT Hanurata yang beroperasi di wilayahnya. Hingga perusahaan tersebut berhenti beroperasi, kedua marga tidak sejahtera. Kehadiran perusahaan justru menimbulkan konflik sosial dan perpecahan antarmarga.
“Maka sikap tegas marga Moifilit dan Kalapain adalah menolak semua rencana perusahaan atau kegiatan berusaha mana pun, yang mau masuk di wilayah adat kami,” katanya.
Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau AMAN Sorong Raya, Feki Mobalen mengatakan hutan adat sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat adat marga Moifilit dan Kalapain. Hidup kedua marga ini sangat bergantung pada hutan dan alam.
Kearifan lokal masyarakat dalam memanfaatkan hutan, kata Mobalen, menjadi nilai tersendiri bagi masyarakat adat marga Moifilit dan Kalapain dalam pengelolaan hutan. Maka dari itu, mereka melarang segala bentuk aktivitas perusahaan, termasuk PT Pesona Karya Alam atau PKA, yang akan memasuki wilayah adat kedua marga itu.
“Karena kami melihat ini sebagai sesuatu yang nantinya merusak hutan dan tanah ada dari kedua marga, yaitu Moifilit dan Kalapain. Sehingga saya dengan kedua marga dan masyarakat adat menolak dengan tegas perusahaan kelapa itu,” kata Mobalen.
Menurut Mobalen, kehadiran perusahaan di wilayah ulayat marga Moifilit dan Kalapain, tidak menutup kemungkinan mengakibatkan deforestasi. Industri-industri ekstraktif berbasis lahan secara masif dan sistematis terus mengkonversi hutan alam, dan mengancam sumber-sumber kehidupan masyarakat adat dan habitat satwa-satwa endemik, di wilayah adat marga Moifilit dan Kalapain.
Secara umum, katanya, kehidupan masyarakat adat di bioregion Papua masih banyak yang bergantung pada alam. Oleh sebab itu, Mobalen mengajak anak-anak muda Papua, agar mempertahankan tanah dan hutannya dari perusahan-perusahan yang tidak bertanggung jawab dan merusak tanah adat.
Mobalen berpendapat bahwa rusaknya ekosistem gunung, lembah, bukit, sungai, danau, rawa-rawa, pesisir dan laut, akan betdampak buruk bagi kehidupan sosial dan kerusakan di dasar sendi-sendi kehidupan, dan peradaban marga Moifilit dan Kalapain.
Ciri khusus kehidupan tradisional adat-istiadat marga Moifilit dan Kalapain di Pulau Salawati Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Sorong adalah berlapisnya hubungan manusia dengan tanah-alam, sosial, ekonomi, ekologi, budaya, dan kepercayaan leluhur.
Pemuda adat marga Moifilit dan juru kampanye Gerakan Selamatkan Manusia Tanah dan Hutan Malamoi, Samuel Moifilit membuat berita acara penolakan perusahaan, yang dinyatakan dalam musyawarah adat marga Moifilit dan Kalapain pada 6–7 Juli 2024 di Kampung Wailem, Distrik Salawati Tengah.
Surat pernyataan itu ditandatangani orang-orang tua dan anak muda dari kedua marga tersebut. Lalu dibacakan saat pertemuan pada 8 Juli 2024 dengan PT Pesona Karya Alam (PKA) di kantor Kampung Wailem, Distrik Salawati Tengah.
Samuel Moifilit menyebutkan beberapa poin pernyataan sikap marga Moifilit dan Kalapain, di antaranya:
Pertama, Kami telah melihat dan turut merasakan pengalaman pahit keberadaan perusahaan pengeboran minyak bumi yang masuk di Pulau Salawati.
Sampai saat ini keluarga Moifilit dan Kalapain di Maralol dan Kotlol tidak (dibuat) sejahtera (oleh) pihak perusahaan yang mengelola gas minyak di wilayah adat mereka;
Kedua, Kami menolak segala perusahaan apa pun yang akan beroperasi di tanah adat kami–keluarga besar marga Moifilit dan Kalapain.
Yang berada di wilayah adat marga Moifilit dan Kalapain dengan tegas menyatakan, bersepakat untuk menolak dan tidak menerima segala bentuk aktivitas perusahaan apapun di wilayah adat kami;
Ketiga, Kami menjunjung tinggi aturan adat yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah adat dan sumber daya alam milik marga Moifilit dan Kalapain di wilayah adat dusun sagu biy loo.
Dan hutan kayu ai loo, berburu dan kebun bat yang merupakan wilayah marga Moifilit dan Kalapain, yang telah diwariskan secara turun-temurun, untuk dimanfaatkan keluarga besar marga Moifilit dan Kalapain, secara berkelanjutan;
Keempat, Kami masyarakat adat marga Moifilit dan Kalapain memiliki pengetahuan dan kelembagaan hukum adat yang telah terbukti, dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan adat, berperan dan berkontribusi untuk mencegah perubahan iklim dan pemanasan global.
Maka dari itu, kami berkomitmen untuk memanfaatkan sumber daya alam, melestarikan hutan dan melindungi wilayah adat marga Moifilit dan Kalapain, secara berkelanjutan dan tidak memberikan izin. Baik secara perorangan, perantaraan atau perwakilan, maupun secara kelompok kepada pihak perusahaan atau pihak lain, untuk menguasai atau mengelola wilayah adat milik marga Moifilit dan Kalapain. (*)