Jayapura, Jubi – Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PD AMAN) Sorong Raya bersama perwakilan marga Malayamuk, Moifilit dan Kalapain, membahas rencana pemetaan partisipatif wilayah adat marga di Pulau Salawati, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Kegiatan tersebut berlangsung selama dua hari, 22 sampai 23 Desember 2023.
Ketua Badan Pengurus Harian PD AMAN Sorong Raya, Feki Mobalen mengatakan, kegiatan ini dilakukan sesuai dengan mandat organisasi AMAN. Pertemuan tersebut adalah tahap awal untuk mendorong musyawarah mufakat bersama komunitas adat, agar memahami tujuan pemetaan wilayah adat, serta menyiapkan data sosial komunitas dan sejarah kepemilikan wilayah adat secara tertulis.
“Kami telah bersepakat bersama komunitas adat untuk mendorong kegiatan musyawarah bersama komunitas lainnya di awal bulan Januari dan sekalian melakukan pelatihan teknisi tentang proses pemetaan kepada komunitas Malayamuk, Moifilit dan Kalapain. Setelah itu mereka sendiri bersama PD AMAN Sorong Raya akan memulai melakukan proses pemetaan pada Februari 2024,” kata Mobalen dalam keterangan tertulis yang diterima Jubi di Jayapura, Sabtu (23/12/2023).
Feki Mobalen berpandangan bahwa pemetaan wilayah adat bagi komunitas adat di Tanah Papua sangat dibutuhkan. Hal ini penting karena negara selalu mengutamakan pembangunan infrastruktur, industri ekstraktif, dan penambahan pemekaran daerah otonomi baru, serta mengesampingkan pengakuan, perlindungan dan penghormatan hak-hak dasar masyarakat adat Papua.
Oleh karena itu, AMAN Sorong Raya berharap agar melalui pemetaan partisipatif wilayah adat ini, pemerintah daerah dan pemerintah pusat mengembalikan penguasaan hutan dan tanah kepada masyarakat adat secara administratif.
Perwakilan marga Moifilit, Charles Moifilit merasa bersyukur setelah mendengar penjelasan tentang tujuan pemetaan partisipatif wilayah adat oleh PD AMAN Sorong Raya. Setelah kegiatan ini pihaknya mendorong musyawarah bersama seluruh anggota marga, untuk melengkapi data sosial dan menulis sejarah kepemilikan wilayah adat.
“Setelah itu kami akan turun ke wilayah adat kami untuk melakukan pemetaan,” kata Charles Moifilit.
Charles bahkan mengharapkan agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat mengakui hutan dan tanah adat, sehingga masyarakat adat bisa mengelola dan melestarikan wilayah adatnya, untuk keberlangsungan hidup anak cucu.
Hal senada dikatakan perwakilan perempuan adat, Fransina Kalapain.
Dia mengatakan, melalui proses pemetaan wilayah adat ini, pihaknya bersama masyarakat adat melindungi tanah dan hutan adat dari keserakahan pemerintah dan korporasi yang sedang mengincar hutan adat di Pulau Salawati.
Fransina juga mengharapkan agar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, tidak menerbitkan izin dalam bentuk apapun kepada perusahaan PT Perkasa Bumi Hijau unit I, dengan area yang dimohon seluas 69.768 hektare di Pulau Salawati dan Kabupaten Sorong.
“Kami masyarakat adat ingin mengelola tanah dan hutan adat kami sendiri,” kata Fransina Kalapain. (*)