Jayapura, Jubi – Sejumlah warga yang mengatasnamakan Keondoafian Suku Ireeuw Tobati Laut melakukan pemalangan Puskesmas Jayapura Utara, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, terkait tuntutan ganti rugi tanah adat.
“Saya sangat mengerti, memahami, menghargai, dan menghormati tuntutan dari keluarga Ireeuw terkait Puskesmas Jayapura Utara ini,” ujar Pejabat Wali Kota Jayapura, Frans Pekey, usai menemui warga yang melakukan pemalangan, Senin (22/5/2023).
Terkait ganti rugi yang menjadi tuntutan Keondoafian Suku Ireeuw Tobati Laut, Pj Wali Kota Jayapura mengatakan masih kendala dengan dokumen sehingga terkendala dalam penyelesaian hak atas ganti rugi tanah adat. Pemkot Jayapura juga terlambat merespons surat yang sudah diberikan.
“Saya akan berusaha agar ada solusi dalam penyelesaian tuntutan mereka. Puskesmas ini merupakan tempat pelayanan publik khususnya untuk melayani orang sakit. Kasih waktu untuk saya bicara dengan staf di kantor, untuk informasi lagi untuk mempercepat penyelesaian masalah ini,” kata Frans Pekey.
Akibatnya pemalangan itu, meski berlangsung aman tanpa ada keributan, petugas puskesmas tidak bisa masuk untuk melakukan pelayanan. Selain itu, warga terutama yang hendak berobat terpaksa pulang.
“Ada dua [tuntutan] yang disampaikan, yaitu terkait aset dan simbol adat yang dipasang di pagar kalau buka harus bayar. Jawabannya hari ini juga. Semoga ada titik terang dalam penyelesaian masalah ini antara keluarga Ireeuw dengan Pemkot Jayapura,” jelas Pekey.
Salah seorang perwakilan warga yang melakukan pemalangan, Philipus Ireeuw, mengatakan sejak 12 tahun lalu mereka dijanjikan untuk dilakukan pembayaran, namun hingga saat ini belum juga terealisasi.
“Kami tidak mau palang dari dulu karena kami pikir puskesmas ini adalah pelayanan public. Kami lewat surat tapi tidak ada tanggapan, makanya kami melakukan pemalangan. Luas tanah kami belum ukur,” ujarnya.
Setelah bernegosiasi kurang lebih dua jam, Pemerintah Kota Jayapura, TNI-Polri, dan anggota DPRD Kota Jayapura bersama warga yang melakukan pemalangan sepakat membuka palang adat dan pagar puskesmas, namun hanya satu sisi.
“Kalau orang tua belum tentukan nilai [ganti rugi] tapi baru kami dari anak-anak. Namun, kami belum tentukan nilai karena harus berdiskusi lagi dengan keluarga. Yang pasti Pemerintah Kota Jayapura tolong perhatikan hak kami. Bukan soal besarnya nilai yang kami minta, tapi ini aset kami satu-satunya,” katanya.
Pantauan Jubi di lokasi pemalangan, warga yang menuntut ganti rugi tanah mengutip Kitab Injil, yaitu tentang larangan menggeser batas tanah (Kitab Ulangan 19:14) dan tentang kutukan (Kitab Ulangan 27:17).
Dalam baliho itu juga tertulis, yaitu memindahkan batas tanah berarti menghilangkan hak seseorang atas tanah itu dan merupakan tindakan pelanggaran hukum.
Juga tertulis visi Wali Kota Jayapura pada poin tujuh yang bunyinya, yaitu pemerintah memperkuat hak adat.
Selain itu, berdasarkan hasil rapat Pemkot Jayapura terkait pemalangan Puskesmas Jayapura Utara pada 29 Mei 2021, yaitu dari BPN mengatakan bahwa tanah puskesmas tersebut tidak ada status kepemilikan oleh pemerintah.
Dari Bagian Hukum mengatakan bahwa apabila pemerintah paksakan untuk masuk berarti mengikat diri sendiri.
Pandangan/pencerahan Wakapolres Kota Jayapura mengatakan bahwa pemerintah selesaikan hak masyarakat adat, dan masyarakat adat minta pemerintah untuk menghormati hak-hak masyarakat adat. (*)