Sentani, Jubi – Tanggal 9 Agustus diperingati sebagai International Day of the World’s Indigenous Peoples atau Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS). Pada peringatan HIMAS di Kabupaten Jayapura, dilaksanakan acara dialog singkat oleh Gugus Tugas Masyarakat adat serta Pemerintah Kabupaten Jayapura, dan Panitia Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI yang dilaksanakan di Sekretariat KMAN VI, Stadion Bas Youwe Sentani, Selasa (9/8/2022).
Hadir sebagai narasumber dalam dialog tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jayapura Hana Hikoyabi, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Ibu dan Anak Kabupaten Jayapura Miryam Soumulena, Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Kabupaten Jayapura Delila Giyai, serta Tokoh Pemuda Adat Tabi, Renaldy Tokoro, serta bertindak selaku moderator Edi Ohoiwutun. Tema peringatan HIMAS kali ini yakni “Peran Perempuan Dalam Merawat dan Mentransmisikan Pengetahuan Tradisional”.
Sekda Kabupaten Jayapura, Hana Hikoyabi mengatakan bahwa pengetahuan tradisional di masa lampau harus dihidupkan kembali. Hal ini berkaitan dengan pengaruh globalisasi yang terus berkembang dengan pesat, sehingga mengakibatkan banyak peran dan fungsi dalam tatanan hidup manusia secara kearifan lokal mulai menurun dan berkurang bahkan mulai punah.
“Kebiasan hidup secara tradisional serta pengetahuannya, saat ini sudah tidak diminati dan dilupakan, pengetahuan tersebut seperti membuat peralatan makan dan minum dari bahan-bahan lokal, berkebun, mencari ikan hingga penggunaan bahasa ibu,” ujarnya.
Pemerintah daerah, kata Hikoyabi, dalam momen saat ini sudah mencapai sembilan tahun memberikan ruang bagi masyarakat adat, untuk berkarya dan menentukan pilihan hidup mereka secara alami tanpa ada tendensi dan campur tangan dari pihak mana pun.
“Sudah ada sekolah adat, dan banyak komunitas dan kelompok masyarakat adat yang terbentuk. Hal ini memberikan informasi bahwa kelompok masyarakat adat di daerah ini sangat berkembang dengan baik, hanya saja hal-hal yang bersifat tata krama, aturan dan pengetahuan di masa lampau harus terus dilestarikan dan dipergunakan dalam hidup setiap hari,” katanya.
Sementara itu, Kordinator kegiatan dialog, Edi Ohoiwutun mengatakan tema yang menjadi bahan dialog atau diskusi saat ini, merupakan tema secara nasional sehingga perlu untuk menghadirkan beberapa tokoh perempuan hebat di daerah ini, dalam sebuah acara dialog.
“Esensi dari kehidupan masyarakat adat bahwa perempuan merupakan bagian penting dalam proses penerus sejarah keturunan masyarakat adat. Kemudian, melalui perempuan juga yang menciptakan generasi-generasi muda yang baru. Kualitas anak atau generasi muda ditentukan dari 1.000 hari pertama kelahiran. Dan ini peran perempuan sangat diperlukan di sana,” ujarnya.
Oleh sebab itu, kata Ohoiwutun, dalam konteks momen perayaan kali ini, dihadirkan tiga perempuan hebat ini untuk memberikan pesan dan kesan mereka, apalagi dalam waktu dekat para perempuan di Lembah Grimenawa akan mengadakan Festival Swamening (makanan khas Genyem).
“Lalu di Sentani ada Festival Danau Sentani. Sebenarnya hal ini menggambarkan tentang kekhawatiran mereka terhadap punahnya kearifan lokal yang sudah ada sejak leluhur mereka,” ucapnya. (*)
Discussion about this post