Jayapura, Jubi – Ikatan Mahasiswa Papua di Amerika Serikat meminta pemerintah dprovinsi Papua berdialog dengan Presiden Joko Widodo, mencari jalan keluar pemutusan beasiswa beberapa mahasiswa Papua di luar negeri.
Sebelumnya, aspirasi itu telah dilayangkan oleh mahasiswa Papua dari mancanegara beberapa bulan lalu.“Pemutusan beasiswa ini terjadi karena adanya perubahan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Harusnya perubahan ini memberikan angin segar kepada kami mahasiswa. Tetapi sebaliknya hak mahasiswa Papua di luar negeri diputuskan oleh pemerintah,” kata Presiden IMAPA USA-Kanada Dimison Kogoya, Zoom meeting Zoom, Sabtu (9/4/2022).
Kogoya mengatakan, mahasiswa Papua yang ada di Amerika, Kanada, New Zealand, Australia pernah berkomunikasi tentang rencana dialog itu. Namun tak ada respons dari pemerintah di Jakarta dan Papua.
“Sehingga kami berharap agar pemerintah segera menggelar dialog dengan mahasiswa dari berbagai kota studi di mancanegara dalam waktu dekat ini. Pertemuan ini harus terjadi guna membahas tentang persoalan bantuan dana studi yang diputuskan pemerintah,” katanya.
Saat ini, ada sekitar seratusan mahasiswa Papua yang studi di mancanegara terancam dipulangkan,
“Dalam surat pemberhentian beasiswa kepada mahasiswa tertera pernyataan, bahwa mahasiswa yang menerima surat itu dianggap tidak tepat waktu dalam penyelesaian studi hingga akhir tahun 2021 dan diminta mempersiapkan kepulangannya dari lokasi studi. Itu alasan pemerintah tanpa melihat sampai dimana studi mahasiswa,” katanya.
Penasehat IMAPA USA-Kanada Anis Labene mengatakan, bahwa pemutusan beasiswa ini bukan hanya berdampak ke studi, tapi mental dan juga masa depan generasi Papua.
“Sebab penerima beasiswa, rata-rata datang dari keluarga ekonomi kelas menengah bawah, hal inilah yang harus diperhatikan oleh pemerintah pusat,” katanya.
Labene mangatakan, pemerintah Indonesia harusnya bijaksana dalam mengambil kebijakan dari perubahan undang-undang ini. “Karena sebagian adik-adik mahasiswa sudah mau selesai dari bangku studinya,”katanya.
Faktor mahasiswa Papua di mancanegara lambat rampungkan studi
Sementara itu Mahasiswa jurusan Aeronautical Science di Embry-Riddle University di Oregon, Amerika Serikat Daniel Game, mengungkapkan faktor yang membuat sampai beberapa mahasiswa tidak bisa menyelesaikan dalam waktu yang cepat.
“Sebagian mahasiswa biasanya terlambat karena, terkadang pemerintah atau pihak BPSDM Provinsi Papua lambat mengirim uang untuk biaya hidup. Ketika biaya hidup terlambat masuk, kalau kelas sudah mulai, otomatis kita butuh biaya untuk pembelian buku khususnya lewat online dan semua materi diakses lewat online. Jadi, ketika sudah terlambat, kadang sampai dua minggu, tiga minggu, satu bulan, itu membuat kita punya tugas-tugas tidak bisa terselesaikan. Akhirnya karena itu, nilai kita jatuh. Kadang dapat nilai D, dapat nilai F, karena memang dalam perkembangan satu bulan itu, kita tidak menyelesaikan tugas-tugas yang diminta oleh profesor,” katanya.
Game mengatakan, faktor lainnya adalah keterlambatan surat sponsor. Ini adalah surat yang dikeluarkan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Provinsi Papua BPSDM .
“Dalam isi suratnya menyatakan bahwa siswa A atau siswa B, kami, pemerintah provinsi Papua, siap membiayai. Dan itu menjadi surat jaminan, garansi antara kampus dengan pemerintah Papua. Dan surat ini kadang terjadi keterlambatan, salah satu contohnya saya sendiri. Pada tahun 2019 bulan Juni-Juli, saya lulus dari community college, mau lanjut lagi ke Embry-Riddle, itu butuh waktu sekitar satu tahun enam bulan kemudian, baru saya dapat surat sponsor,”katanya.(*)
Discussion about this post