Jakarta, Jubi – Para nelayan minta agar akses bahan bakar minyak atau BBM murah di berbagai daerah mudah diakses. Permintaan itu untuk mengurangi biaya melaut nelayan sehingga pendapatan dapat meningkat.
“Kuncinya ada di kepastian kuota BBM pertalite dan solar bagi nelayan kecil dan memperbanyak infrastruktur distribusi agar nelayan tidak membeli BBM di eceran,” kata Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) , Dani Setiawan dikutip dari Antara, Minggu, (3/4/2022).
Dani menanggapi Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan menyatakan bahwa pertalite telah masuk ke dalam jenis bahan bakar penugasan. Hal itu menjadi konsekuensi perubahan, antara lain regulasi yang dikeluarkan oleh BPH Migas harus diubah tentang syarat pembelian BBM untuk nelayan dengan memasukkan jenis baru ini.
“Sebab di lapangan, nelayan pengguna premium, sekarang pertalite, tidak bisa beli BBM di SPBU karena harus pakai surat rekomendasi, kata Dani menambahkan.
Selain itu harga beli pertalite di tingkat nelayan berpotensi lebih mahal karena sebagian besar nelayan membeli BBM di eceran. Hal ini akan menyebabkan biaya melaut nelayan lebih tinggi.
Dampak kebijakan menteri itu secara struktural hilangnya premium lebih besar daripada solar karena pengguna premium itu biasanya kapal kecil berukuran 3 gross tonnage/GT ke bawah yang menggunakan perangkat mesin tempel.
Jika diasumsikan mereka beli pertalite 5 hingga 10 liter per hari, maka biaya yang harus dikeluarkan sekitar Rp43 ribu hingga Rp85 ribu dengan asumsi beli di eceran, atau Rp38 ribu hingga Rp76 ribu, jika bila membeli di SPBU.
“Biaya yang dikeluarkan lebih besar dari sebelumnya ketika gunakan premium,” katanya.
Respons nelayan kecil terkait hal itu adalah dengan mengurangi mengurangi pembelian BBM mengakibatkan jarak tempuh atau lama melaut akan dikurangi, sehingga bisa berdampak pada berkurangnya pendapatan mereka.
Selain itu nelayan kecil adalah dengan tetap membeli BBM dengan jumlah normal, yaitu jarak tempuh dan lama melaut tidak berubah, tetapi pendapatan akan menyusut dipotong biaya BBM.
Tercatat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memprediksikan penyaluran bahan bakar minyak jenis pertalite akan melebihi kuota 15 persen hingga akhir tahun ini.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan realisasi penyaluran pertalite tercatat sebanyak 4,25 juta kiloliter hingga Februari 2022 atau telah melebihi 18,5 persen terhadap kuota secara year to date.
“Jika diestimasikan melalui normal skenario, maka di akhir 2022 akan terjadi over kuota sebesar 15 persen dari kuota normal,” ujar ariaadji saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI belum lama ini.
Pemerintah telah menetapkan kuota pertalite untuk tahun ini sebesar 23,05 juta atau jika ini terjadi kelebihan kuota sesuai estimasi Kementerian ESDM, maka volume penyaluran pertalite akan mencapai 26,5 juta kiloliter. (*)
Discussion about this post