Jayapura, Jubi – Tim Mutiara Hitam, Persipura Jayapura, telah turun tahta akibat kalah head to head dari Barito Putra yang bermain imbang melawan Persib Bandung dengan skor 1-1. Walaupun Yohanes Pahabol dan kawan-kawan telah berjuang untuk memenangkan laga-laga terakhir.
Ternyata hasil kemenangan ini tak membawa keberuntungan. Persipura yang telah 28 tahun malang melintang di Liga 1 resmi terdegradasi ke Liga 2 bersama tim berjuluk Napi Bongkar, PSBS Biak, dan Mutiara dari Bakau, Persewar Waropen.
Salah siapa sehingga tim berjuluk Mutiara Hitam harus terdegradasi ke Liga 2 di tengah kompetisi terpusat di Pulau Jawa dan Bali gara-gara pandemi Covid 19. Begitu Mutiara Hitam turun tahta, semua pihak mulai angkat suara, dari pro dan kontra hingga mencibir manajemen Persipura.
“Mereka bilang sambut pemain Persipura dan sambit manajemen.”
Sekejam itu kah para pencinta Persipuramania terhadap pihak manajemen.
Tak heran kalau kemarahan atas Mutiara Hitam turun kasta, telah ditulis oleh Abdul Susila berjudul Molotov untuk Persipura: Bakar Ortodoks, Gilas Oligarki, CNN Indonesia Sabtu, 2 April 2022. Salah satu yang menarik dari tulisan Abdul Susila adalah “sistem ortodoks dalam Mutiara Hitam.”
Meminjam KBBI, ortodoks memiliki arti kolot; berpadandangan kuno. Bagi dia Persipura di era 4.0 padahal tim lain dipimpin sosok profesional. Berbeda dengan tim berjuluk Mutiara Hitam selalu dipimpin oleh seorang wali kota. Mulai dari Ketua Umum Persipura, MR Kambu sampai Benhur Tommy Mano, hingga hasil akhir Persipura terdegradasi ke Liga 2.
Selama 10 tahun memimpin Ketua Umum Persipura, tim Mutiara Hitam menjadi juara Divisi Utama di bawah pelatih Rahmad Darmawan hingga Jacksen F Tiago hingga jersey Persipura berbintang empat. Jacksen yang kembali menukangi Mutiara Hitam pun akhirnya ditendang gara-gara hasil pertandingan yang buruk dan terpuruk di zona degradasi.
Alfredo Vera yang datang pun tak bisa berbuat banyak meski ada perubahan dan telah mengembalikan gaya permainan Mutiara Hitam yang sebenarnya. Toh hasil akhir terdegradasi dan kalah head to head dari Barito Putra tim asuhan coach Rahmad Dharmawan.
Prestasi Mutiara Hitam meraih empat gelar kompetisi musim 2005, 2009, 2011, dan 2013 plus juara Indonesia Soccer Championship 2016. Bukan hanya itu saja, dalam piala AFC 2014, Persipura masuk semi final. Satu satunya klub Indonesia yang pernah menembus babak semifinal.
Ternyata prestasi itu tak memberikan arti, klub tanpa aset. Bayangkan selama berlatih selalu pindah lapangan, mulai dari lapangan Mandala, pindah lagi ke lapangan Brimob. Bahkan ketika PON 2021, tim harus berpindah markas ke Stadion Klabat Manado. Persipura sejak itu menjadi tim musafir di tengah kompetisi ketat dan penuh misteri.
Apalagi di tengah pandemi Covid 19, pertandingan dipusatkan di Pulau Jawa dan Bali, sehingga praktis Mutiara Hitam tinggal di sana. Padahal Mutiara Hitam pernah bermain enjoy dengan system home and away, menang di kandang maupun di markas lawan.
Sebenarnya upaya membangun Persipura sudah menjadi cita-cita Kapten Persipura 1968-1978, mendiang Hengky Heipon. Ketika Hengky Heipon pulang dari Italia setelah menyaksikan klub AC Milan melawan Atlanta di Stadion San Siro di Milan Italia pada 2002 lalu.
Dia mengatakan stadion itu adalah sebuah rumah bagi klub. Ada sejarah dan kisah para legenda yang terpasang dalam ruang-ruang stadion milik klub.
“Ada lapangan latihan bagi klub dan pembinaan usia dini serta akademi sepakbola,” kata Hengky Heipon kepada, jubi.id kala itu.
Hengky Heipon bahkan mengatakan sudah meminta kepada Bupati Jayapura kala itu, Barnabas Youwe, untuk membangun Stadion Persipura.
“Rupanya mereka menganggap itu tidak penting membangun stadion bagi Persipura,” katanya menyesal.
Bahkan ketika jubi.id menanyakan perihal membangun stadion Persipura, Ketua Umum Persipura saat itu, MR Kambu, pun tak menjawab dan mengatakan bukankah Stadion Mandala dipugar karena kemenangan Persipura dalam Liga Indonesia dan persiapan Piala AFC.
Aset lain yang terpenting adalah Persipura yang sudah berbadan hukum menjadi PT Persipura Papua sesuai papan nama yang terpampang berkantor di Gedung Olahraga (GOR) Waringin Kotaraja Kota Jayapura. Padahal menurut data https://iditrix.com menyebutkan bahwa Persipura termasuk perusahaan Indonesia dengan nomor registrasi 92/69370 diterbitkan pada 2012 dengan alamat terdaftar di Jalan Balai Kota No.1 Entrop, Kota Jayapura, Papua.
Begitupula dengan manajemen, ada manajer Persipura dan juga Ketua Umum Persipura yang dijabat oleh seorang wali kota. Bahkan saat manajemen Persipura mengirim surat ke Pengadilan Arbitrase Olahraga atau Court of Arbitration for Sport (CAS) 2012 jabatan Benhur Tommy Mano dalam surat sebagai Presiden Klub Persipura.
Finansial klub demikian hanya mendapat sponsor utama dari PT Freeport Indonesia dan PT Bank Papua. Sedangkan sponsor lainnya hanya pelengkap semata, kelihatannya sulit mencari dana tambahan. Hal ini bisa terlihat dari beberapa klub dari Tanah Papua seperti Persiwa Wamena, Persiram Raja Ampat, Perseru Serui, dan Persidafon Kabupaten Jayapura, semua dijual karena finansial klub.
Tak heran kalau pemain Papua harus bersedia bermain demi nama daerah Papua saat membela Persipura. Namun dengan perkembangan dan profesi sepak bola tentunya kontrak pemain harus menjadi perhatian utama.
Walau Boaz dan Eduard, dua mantan el capitano Persipura, sudah memberikan yang terbaik bagi tim Mutiara Hitam, toh akhirnya kedua legenda Mutiara Hitam ini harus didepak dengan tidak hormat, tapi tak menghilangkan rasa cinta keduanya terhadap Mutiara Hitam.
Mengutip tulisan Abdul Susila soal klub profesional, Paolo Maldini mantan kapten AC Milan yang diwawancari oleh The Athletic menyebutkan ada dua habitat yang tak bisa dipisahkan dari jalan sukses sebuah klub, “kantor dan lapangan”.
Klub ber-jersey bintang empat Persipura ternyata belum mempunyai kantor dan lapangan. Bahkan sejarah klub Persipura pun dimulai 1963. Padahal sejak zaman Belanda Persipura sudah berkompetisi dengan nama Hollandia Voteball 1950. Sedangkan mantan Ketua Umum Persipura era 1960-an, Pdt Mesak Koibur, bilang Persipura berdiri pada 26 Mei 1965.
Sayonara Persipura di Liga 1. Nasi telah menjadi bubur, jangan tangisi kekalahan. Mulailah membenahi klub sesuai aturan Liga dan AFC. Jika tidak, Persipura akan mengikuti jejak Persiwa, Perseru, dan Persiram Raja Ampat, dijual kepada pemilik yang mampu memberikan finansial. Atau sebaliknya, Mutiara Hitam sengaja dimatikan karena bukan sekadar klub biasa karena sebagai klub pemersatu orang asli Papua di tengah upaya pemekaran wilayah Tanah Papua. (*)
Discussion about this post