Jayapura, Jubi β Komisi Nasional Hak Asasi Nasional atau Komnas HAM RI mencatat sepanjang 2022 sedikitnya terjadi 46 kasus kekerasan di Tanah Papua. Komnas HAM terus mendorong berbagai upaya penyelesaian kekerasan di Tanah Papua itu, termasuk mendorong dialog damai.
Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing menyatakan berbagai kasus kekerasan itu menyebabkan 63 korban meninggal dunia dan 82 korban luka-luka. Laporan Tahunan Komnas HAM 2022 menyatakan insiden itu terdeteksi di sejumlah daerah yang sejak lama rawan, yakni Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Timika, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Puncak dan Kabupaten Paniai. Sihombing menyatakan pihak yang terlibat konflik itu diantaranya TPNPB dan TNI/Polisi, dan antara sesama masyarakat sipil.
Sihombing menyatakan banyak faktor yang memicu kekerasan di Papua. Misalnya, dalam kasus amuk massa yang menewaskan dua orang warga sipil dan berujung dengan penembakan yang menewaskan sedikitnya 10 warga sipil di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, pada 23 Februari 2023. Komnas HAM RI menyimpulkan konflik itu dilatarbelakangi kesenjangan ekonomi, disinformasi penculikan anak, dan sentimen antara Orang Asli Papua (OAP) dan non-OAP.
βTerakhir kami melakukan investigasi pemantauan kerusuhan di Wamena. [Faktor itu yang] menjadi pemicu adanya kekerasan di Wamena. Tentu kami mendorong upaya pemulihan pasca kerusuhan maupun pelanggaran HAM di Papua,β kata Sihombing dalam diskusi Peluncuran Laporan Tahunan Komnas HAM RI Tahun 2022 yang berlangsung secaraΒ daring pada Rabu (12/4/2023).
Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro menyatakan penyelesaian pelanggaran HAM di Papua menjadi isu prioritas Komnas HAM 2022-2027. Ia menyatakan Komnas HAM terus berupaya memantau dan menganalisis perkembangan situasi HAM, konflik bersenjata, maupun situasi kekerasan yang menghilangkan hak-hak sosial, budaya dan ekonomi masyarakat di Papua.
Atnike menyatakan Komnas HAM juga memantau dan mendorong penegakan hukum dalam kasus kekerasan di Tanah Papua, serta berupaya membuka ruang dialog dan komunikasi di antara masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah pusat dan aparat penegak hukum. β[Dialog itu] untuk menyampaikan aspirasi terkait perlindungan HAM. Itu yang kami dorong dalam merespon situasi HAM di Papua,β ujarnya. (*)