Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM sepanjang 2020 hingga 2023 menerima 206 aduan terkait dengan Pekerja Migran Indonesia atau PMI. Hal itu disampaikan Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Anis Hidayah dalam Peringatan Hari Pekerja Migran Sedunia ke-33 tahun di Jakarta, pada Senin (18/12/2023).
“Dalam kurun waktu 2020-2023, Komnas HAM menerima 206 aduan terkait dengan PMI,” ujarnya.
Anis mengatakan Komnas HAM menerima pengaduan PMI yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) melalui scamming/penipuan di Kamboja, Myanmar, Laos dan Filipina. Kasus yang diadukan antara lain terkait TPPO, pemenuhan hak-hak pekerja migran (gaji tidak dibayar, klaim asuransi, dan lain-lain).
Kasus yang diadukan juga meliputi TPPO permohonan pemulangan pekerja migran (hilang kontak, kesulitan pemulangan jenazah, dugaan penyanderaan oleh pihak majikan/P3MI). Ada pula pengaduan pekerja migran yang meminta perlindungan dan bantuan hukum karena mengalami kriminalisasi, korban perkosaan yang berhadapan dengan hukum, penahanan di negara tujuan, dan lain-lain.
Anis mengatakan data Komnas HAM menunjukan bahwa Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) menjadi pihak yang banyak diadukan. Malaysia menjadi negara dengan asal pengaduan terbanyak. Sementara Jawa Barat menjadi provinsi yang paling banyak mengadukan permasalahan pekerja migran.
Anis mengatakan Komnas HAM pada 2023 juga melakukan kajian efektifitas implementasi kebijakan TPPO. Anis mengatakan hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa pemerintah pusat dan daerah, termasuk Satuan Tugas TPPO belum efektif melakukan pencegahan dan penanganan TPPO berdasar mandat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) maupun Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Hal itu dapat dilihat dari makin tingginya kerentanan pekerja migran, terutama perempuan, [menjadi korban] TPPO dengan beragam modus. Terjadinya berbagai ketidakadilan yang menimpa para pekerja migran dapat menjadi cermin bahwa Pemerintah Indonesia belum mengimplementasikan [kedua undang-undang] secara optimal,” katanya.
Komnas HAM merekomendasikan Pemerintah Indonesia mengintegrasikan jaminan Hak Asasi Manusia ke dalam kebijakan migrasi dan menerapkan prinsip Business and Human Rights terhadap P3MI atas tanggung jawab untuk menghormati (responsibility to respect) Hak Asasi Manusia PMI.
Pemerintah Indonesia juga harus memberikan pengakuan atas kontribusi PMI, baik pada aspek sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain. Pemerintah Indonesia harus membangun mekanisme kontrol (monitoring) terhadap implementasi aturan terkait PMI, termasuk membangun sistem monitoring atau pengawasan efektif terhadap P3MI.
Pemerintah Indonesia perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi UU TPPO di tingkat pusat maupun daerah, serta kelengkapannya, yaitu gugus tugas. Hal ini guna mengidentifikasi hambatan dan praktik baik dalam pencegahan dan penanganan TPPO, serta menyediakan alokasi anggaran yang memadai dalam rangka pencegahan dan penanganan kasus TPPO, serta membangun mekanisme pemulihan bagi korban.
Pemerintah Indonesia juga harus melakukan penguatan fungsi pencegahan TPPO terhadap pekerja migran melalui pembukaan lapangan kerja di dalam negeri dan kesempatan bekerja yang sama bagi masyarakat. Hal itu diharapkan dapat mengurangi gelombang migrasi yang tidak aman.
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Aparat Penegak Hukum secara serius melakukan penegakan hukum terhadap pelaku TPPO , termasuk pelaku dari aktor negara dan korporasi guna mencegah keberulangan terjadi. (*)