Jayapura, Jubi – Sedikitnya 45 mahasiswa asal Provinsi Papua yang sedang berkuliah di luar negeri dengan beasiswa Siswa Unggul Papua terancam putus kuliah gara-gara Pemerintah Provinsi Papua menunggak pembayaran uang kuliah dan biaya hidup mereka. Sejumlah mahasiswa telah diminta pulang sukarela ke Papua, bahkan terancam dideportasi dari negara tempatnya berkuliah.
Hal itu dinyatakan Ketua Forum Forum Komunikasi Orangtua Mahasiswa Penerima Beasiswa Otonomi Khusus Dalam Negeri dan Luar Negeri, Jhon Reba di Kota Jayapura pada Kamis (17/8/2023). “Kami sudah bersepakat pada 11 Agustus 2023 terakhir bayar. Tetapi Pemerintah Provinsi Papua sampai saat ini belum melaksanakan tanggung jawabnya,” kata Reba.
Reba mengatakan di antara 45 penerima beasiswa yang terancam putus kuliah itu, terdapat 23 mahasiswa Papua yang berkuliah di Amerika Serikat. Mereka tersebar di Corban University (16 mahasiswa), Dallas Baptist University (3 mahasiswa), University of Kansas (2 mahasiswa), dan Auburn University (2 mahasiswa).
Ada pula enam mahasiswa Papua yang berkuliah di Australia dengan beasiswa yang sama. Mereka tersebar di Monash University (3 mahasiswa), Royal Melbourne Institute of Technology (1 mahasiswa), University of Tasmania (1 mahasiswa), dan Tafe Queensland (1 mahasiswa).
Di Selandia Baru, terdapat sembilan mahasiswa yang juga terancam putus sekolah karena masalah yang sama. Di James Cook University Singapura, lima mahasiswa asal Papua terpaksa cuti kuliah dan pulang ke Indonesia pada 10 Juni 2023, gara-gara tunggakan yang sama.
Diminta pulang ke Papua
Reba menyatakan para mahasiswa Papua yang berkuliah di Corban University bakal diberikan waktu 15 hari untuk meninggalkan Amerika Serikat lantaran Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Papua tidak membayar uang kuliah maupun biaya hidup mereka pada dua semester terakhir. Reba mengatakan biaya studi mahasiswa Papua di Corban University ditanggulangi pihak kampus.
“Mereka yang kuliah di Corban University Students dapat peringatan keras. Pihak kampus sudah kirim tagihan kepada BPSDM Papua, tetapi tidak ada konfirmasi dari pihak BPSDM Papua. Pemerintah Provinsi Papua harus melihat persoalan ini secara serius. Provinsi lain bisa bayar, kenapa Provinsi Papua tidak bisa bayar,” ujarnya.
Salah satu mahasiswa yang terancam putus kuliah, Chelsea Nussy mengatakan ia memilih kembali ke Indonesia sejak awal Agustus 2023. Padahal Nussy sedang menempuh pendidikan di School of Business Jurusan Accounting di Corban University Amerika Serikat.
Nussy mengatakan ia memilih pulang lantaran karena tidak ada kejelasan pembayaran biaya studi maupun biaya hidup dari Pemerintah Provinsi Papua. Nussy mengatakan telah mendapatkan e-mail dari pihak kampus untuk meninggalkan Amerika Serikat.
“Teman-teman lain di sana juga mereka bertahan dengan cari kerja, karena uang sekolah dan uang jajan pun tidak dikirimkan. Itulah masalah kami sekarang. Kemarin [kami] menerima email dari pihak kampus untuk segera meninggalkan Amerika Serikat,” ujarnya.
Perwakilan orangtua mahasiswa penerima beasiswa Philipus Maran mengatakan rapat di Kementerian Dalam Negeri pada 26 Juli 2023 telah menyepakati tunggakan biaya kuliah para penerima beasiswa Siswa Unggul Papua akan dibayarkan paling lambat 11 Agustus 2023. Maran kecewa karena hingga kini Pemerintah Provinsi Papua tidak membayar tunggakannya.
“Sebagai konsekuensinya, dampak langsung yang terjadi kepada mahasiswa di luar negeri akan segera dipulangkan dan dikeluarkan dari kampusnya,” kata Maran kepada Jubi, pada Kamis.
Maran juga mengatakan perguruan tinggi dalam negeri seperti Universitas Kristen Satya Wacana di Salatiga dan Universitas Kristen Maranatha Bandung pun tidak mau lagi memberikan dispensasi waktu bagi mahasiswa terdaftar untuk mengakses system enrollment mereka. Maran mengatakan hal ini lantaran Pemerintah Provinsi Papua belum membayarkan biaya studi periode Januari hingga Agustus 2023.
“Banyak mahasiswa yang terpaksa diusir dari tempat tinggal atau kosan mereka,” ujarnya.
Maran mengatakan ia pun pun harus membiayai secara mandiri anaknya yang sedang kuliah kedokteran Universitas Padjajaran sejak Januari 2023. Maran mengatakan harus mengeluarkan biaya Rp15 juta untuk membayar biaya studi per semester dan biaya kos serta biaya hidup sebesar Rp15 juta dalam delapan bulan terakhir ini.
“Tunggu-tunggu tidak bayar. Kami dari keluarga tanggulangi sendiri dengan biaya pribadi,” katanya.
Perwakilan orangtua penerima beasiswa lainnya, Jakarimilena mengatakan BPSDM Papua harus segera membayarkan tunggakan biaya studi dan biaya hidup mahasiswa. “Kami baca di media massa, Bapak Pelaksana Harian Gubernur Papua disampaikan paling lambat 17 Agustus 2023 diselesaikan, namun belum terealisasi. Anak-anak belum dapat biaya pendidikan dan biaya hidup. Di mana hati Bapak-bapak, bisa berjanji tetapi tidak ditepati. Ini tipu di atas tipu,” ujarnya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!